Pengusul: RUU Ketahanan Keluarga Atur Sadisme dan Masokisme
Reporter
Halida Bunga
Editor
Endri Kurniawati
Kamis, 20 Februari 2020 13:45 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengusul Rancangan Undang Undang atau RUU Ketahanan Keluarga, anggota DPR RI Fraksi PAN Ali Taher mengatakan perilaku seks sadisme dan masokisme perlu diatur oleh negara jika terjadi penganiayaan di antara sepasang suami istri. Menurut dia, kesepakatan di antara suami-istri mestinya untuk mencintai dan menyayangi. "Akibat sebaliknya, tidak boleh ada penganiayaan dong. Ini yang mau kita tuju, kalau ada penganiayaan, perlu ada negara hadir," kata Ali di Kompleks Parlemen pada Rabu, 19 Februari 2020.
Menurut Ali, sejauh ini undang-undang belum mengatur kekerasan dalam hubungan seks, apalagi KUHP yang baru belum terbit. “Ada orang sampai dibunuh itu kan gimana?”
Ali menegaskan, perliaku sadisme dan masokisme harus diatur agar tak terjadi kekejaman dalam rumah tangga. Menurut dia, hubungan intim adalah persoalan cinta dan kasih sayang yang digunakan untuk melakukan reproduksi, sebagai kebahagiaan antara kedua belah pihak. "Itulah tujuan esensi utama dari perkawinan."
Menurut Ali, negara tidak mengatur hubungan keluarga dan privasinya, melainkan akibat dari masalah yang dihadapi, seperti kekerasan dalam perilaku seks sadisme dan masokisme. “Faktanya ada kekerasan rumah tangga terkait dengan perilaku seksual. Baik itu rumah tangga maupun anak-anak."
Ali mengatakan, substansi RUU ini masih akan dibahas. Masukan, rekomendasi, saran dari masyatakat tetap terbuka untuk didiskusikan. DPR selalu terbuka. Yang paling utama, kata Ali, adalah bagaimana RUU itu memberikan perlindungan, jaminan, dan kepastian hukum bagi kedua belah pihak bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga. "Atau pengabaian hak antara kedua belah pihak," ujarnya.
Selain Ali, draf RUU ini juga diusulkan oleh Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani dari Partai Keadilan Sejahtera, Sodik Mudjahid dari Gerindra, dan Endang Maria Astuti dari Golkar. RUU Ketahanan Keluarga menuai kontroversi lantaran sejumlah pasalnya dianggap mengatur ranah privat, seperti pidana donor sperma dan ovum, dan rehabilitasi LGBT.