Pemerintah Diminta Bahas Ulang Omnibus Law RUU Cilaka

Senin, 17 Februari 2020 06:48 WIB

Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor melakukan aksi long march dalam aksi menolak RUU Omnibus Law di jalan raya Djuanda, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat 7 Februari 2020. Dalam aksinya tersebut mahasiswa menolak RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja karena akan mempermudah investor asing menguasai ekonomi Indonesia dan kebijakannya tidak berpihak pada hak-hak buruh seperti masalah pesangon, jam kerja dan kepastian penempatan kerja. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mendesak pemerintah membahas ulang Rancangan Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (kini berubah menjadi Cipta Kerja). Bivitri mengatakan draf omnibus law itu memuat kesalahan paradigmatik yang berpotensi menabrak sistem hukum dan perundangan di Indonesia.

"RUU ini harusnya ditarik lagi dan dibahas ulang secara menyeluruh, partisipatif, dan terbuka. Jangan terburu-buru dibahas sekarang," kata Bivitri kepada Tempo, Ahad, 16 Februari 2020.

Salah satu yang disorot para pakar hukum ialah Pasal 170 dalam draf UU Cipta Kerja. Pasal itu mengatur bahwa pemerintah dapat mengubah ketentuan dalam UU Cipta Kerja (jika sudah disahkan) dan ketentuan lainnya yang tak ada dalam UU itu melalui peraturan pemerintah (PP).

Dalam merevisi ketentuan UU, pemerintah dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal, Pasal 20 UUD 1945 mengatur bahwa kekuasaan membentuk UU ada pada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 20 ayat (2) menetapkan bahwa setiap rancangan UU dibahas bersama-sama oleh pemerintah dan DPR.

Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai pemerintah terkesan ingin memotong jalur (short cut) demi efektivitas. Refly pun mengingatkan bahwa pemerintah juga harus membangun sistem.

Advertising
Advertising

"Pemerintah menganggap dirinya bisa dipercaya, kan enggak begitu. Kekuasaan kan harus dibagi, dikontrol, taat sistem dan asas," kata Refly kepada Tempo, Ahad, 16 Februari 2020.

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Alamsyah Saragih mengatakan pemerintah sebaiknya membahas ulang draf aturan sapu jagat Cipta Kerja itu. Menurut dia, pemerintah masih memiliki cukup waktu untuk menjalankan prosedur pembentukan UU dengan baik.

"RUU ini berdampak luas terhadap penyelenggaraan pelayanan publik sektor perizinan, termasuk kesejahteraan rakyat," ujar Alamsyah kepada Tempo, Ahad, 16 Februari 2020.

Alamsyah juga menyarankan DPR mengembalikan saja RUU Cipta Kerja itu ke pihak pemerintah. Dewan, kata dia, sebaiknya meminta pemerintah melakukan konsultasi publik yang baik terlebih dulu.

"Jika tak mampu, Presiden bisa ganti pejabat yang tak kompeten dan keras kepala dalam menangani hal-hal strategis bagi bangsa seperti ini," kata dia.

Berita terkait

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

8 jam lalu

May Day, Buruh di Yogyakarta Tuntut Kenaikan UMP Minimal 15 Persen

Kelompok Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) Yogyakarta menggelar aksi memperingati hari buruh atau May Day dengan menyampaikan 16 tuntutan

Baca Selengkapnya

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

8 jam lalu

Tanggapi Ucapan Hari Buruh dari Prabowo, Partai Buruh Bilang Begini

Partai Buruh menanggapi ucapan Hari Buruh 2024 yang disampaikan Presiden terpilih Prabowo Subianto pada Rabu, 1 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

9 jam lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

Bendera One Piece Berkibar di Tengah Aksi May Day

11 jam lalu

Bendera One Piece Berkibar di Tengah Aksi May Day

Bendera bajak laut topi jerami yang populer lewat serial 'One Piece' berkibar di tengah aksi memperingati Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

12 jam lalu

Said Iqbal Ungkap Dua Tuntutan Buruh Saat May Day

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, mengungkapkan dua tuntutan para pekerja di Indonesia pada Hari Buruh Internasional alias May Day.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

14 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

16 jam lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

19 jam lalu

Hari Buruh, Aspek Tuntut Pengesahan RUU PRT dan Pencabutan UU Cipta Kerja

Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia kembali menuntut pencabutan pencabutan Omnibus Law UU Cipta Kerja dalam peringatan Hari Buruh.

Baca Selengkapnya

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

21 jam lalu

15 Ribu Buruh Asal Bekasi akan Geruduk Istana, Tolak Outsourcing dan Omnibus Law

Sekitar 15 ribu buruh asal wilayah Bekasi akan melakukan aksi May Day atau peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2024 di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

1 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya