Survei Alvara: Kepuasan Publik Terhadap Jokowi Menurun
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 14 Februari 2020 09:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Survei Alvara Research Center menyatakan kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin dalam periode 100 hari pertamanya sebesar 69,4 persen.
Founder dan CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, mengatakan dibandingkan survei-survei sebelumnya, ini pertama kalinya tingkat kepuasan publik terhadap Pemerintahan Jokowi berada di bawah 70 persen.
“Penurunanan tingkat kepuasan publik ini menunjukkan ekspektasi publik yang begitu tinggi belum dapat dipenuhi oleh pemerintah dalam 100 hari pemerintahan yang baru ini," kata Hasanuddin dalam keterangan tertulis yang Tempo terima, Kamis, 13 Februari 2020.
Survei ini dilakukan pada akhir Januari hingga awal Februari 2020 terhadap 1.000 responden dengan margin error 3,16 persen dan Tingkat Kepercayaan 95 persen. Metode yang digunakan melalui wawancara tatap muka dengan multistage random sampling di 13 provinsi Indonesia.
Menurut Hasanuddin, kepuasan publik ini lebih rendah jika dibandingkan pada pengukuran tingkat kepuasan publik periode pertama pemerintahan Jokowi pada Januari 2015, yakni sebesar 77,2 persen.
Hasanuddin menuturkan ada tujuh aspek yang memiliki kepuasan tertinggi di Januari 2020, yaitu: transportasi publik (84,8 persen), pendidikan (84,4 persen), telekomunikasi dan internet (83 persen), pembangunan infrastruktur (80,9 persen), layanan kependudukan (78,5 persen), kesehatan (77,6 persen) dan kebebasan berpendapat (74,7 persen).
Bila dibandingkan dengan survei publik di akhir periode pertama pemerintahan Jokowi (Agustus 2019) semua aspek tersebut mengalami penurunan. Saat itu, sektor telekomunikasi dan internet menjadi aspek yang paling tinggi mendapat kepuasan dari masyarakat (87,9 persen) disusul Transportasi Publik (86,5 persen), pendidikan (85,3 persen), pembangunan infrastruktur (84,7 persen), kesehatan (82,7 persen), dan layanan kependudukan (81,9 persen).
Melihat perbandingan ini, kesehatan, telekomunikasi dan internet, dan kebebasan berpendapat adalah aspek yang mengalami penurunan terbesar bila dibanding hasil survei Agustus 2019.
"Naiknya iuran BPJS, pembatasan akses internet secara terbatas beberapa waktu lalu ternyata berpengaruh terhadap penurunan tingkat kepuasan publik," kata Hasanuddin.
Sementara itu tujuh aspek yang memiliki tingkat kepuasan publik terendah pada Januari 2020 ini secara berturut-turut antara lain: peningkatan ekonomi keluarga (64.7 persen), penegakan hukum (63,6 persen), kesejahteraan tenaga kerja (62,2 persen), pemberantasan korupsi (61,5 persen), kemudahan lapangan kerja (60,8 persen), stabilitas harga bahan pokok (56,2 persen) dan pengentasan kemiskinan (51,9 persen).
“Bila Agustus 2019 kepuasan publik terendah hanya diisi persoalan ekonomi, namun di tahun 2020 ini faktor penegakan hukum dan penegakan korupsi masuk dalam kategori tingkat kepuasan terendah”, kata Hasanuddin.
Rendahnya kepuasan pada sektor pemberantasan korupsi, menurut Hasanuddin, sejalan dengan mayoritas publik yang menolak revisi Undang-Undang KPK. Dalam survei ini disebutkan 46,8 persen responden mengaku ‘Tahu’ tentang revisi ini. "Dari responden yang menjawab tahu ini, sebagian besar (61,3 persen) menjawab ‘Tidak Setuju’ jika UU KPK di revisi," katanya.