Kasasi KPK Dikabulkan, Babak Baru Kasus Alih Fungsi Hutan
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Syailendra Persada
Rabu, 12 Februari 2020 13:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung mengabulkan kasasi Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap Bupati Lampung Tengah nonaktif Zainudin Hasan.
“Iya menerima kasasi jaksa penuntut umum, kami masih menunggu putusan lengkapnya,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, saat dihubungi, Rabu, 12 Februari 2020.
Zainudin Hasan divonis 12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dalam kasus suap, gratifikasi dan pencucian uang. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 66,7 miliar. Dalam putusannya, hakim menyatakan Zainudin terbukti menerima suap Rp 72 miliar. Ia juga terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 7 miliar.
Jaksa Penuntut Umum KPK mengajukan kasasi karena merasa putusan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tanjungkarang, Bandar Lampung belum menyertakan asal muasal duit gratifikasi yang diterima Zainudin seperti yang mereka sebut dalam surat tuntutan.
Surat tuntutan jaksa menjabarkan duit gratifikasi yang diterima Zainudin bersumber dari PT Baramega Citra Mulia Persada dan PT Jhonlin. Jaksa menyebut Zainudin rutin menerima uang dari kedua perusahaan ini sebanyak Rp 100 juta setiap bulan sejak 29 Februari 2016 sampai ditangkap KPK pada Juli 2018. Penerimaan uang disamarkan sebagai gaji seseorang yang ditempatkan menjadi petinggi perusahaan.
KPK memperkirakan uang yang diterima Zainudin Hasan ini berjumlah Rp 7,5 miliar. Namun, karena Zainudin baru menjabat penyelenggara negara pada 2016, maka KPK menghitung duit gratifikasi yang diterimanya sekitar Rp 3,6 miliar.
PT Baramega ialah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Desa Serongga, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Izin usahanya dikeluarkan Bupati Kotabaru pada 2010. Di tahun yang sama, perusahaan mengajukan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk eksploitasi batu bara kepada Zulkifli Hasan yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kehutanan.
Zulkifli mengabulkan permohonan itu melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.06/Menhut-II/2011 pada 17 Januari 2011.
Delapan tahun setelah izin terbit, KPK menemukan kejanggalan dalam izin ini seusai menggelar operasi tangkap tangan terhadap Zainudin. Zulkifli mengeluarkan izin ini tiga hari setelah terjadi perubahan komposisi kepemilikan di PT Baramega.
Salah satu pemilik saham adalah perusahaan PT Borneo Lintas Khatulistiwa. Dalam surat tuntutannya, jaksa menyebut bahwa perusahaan itu dikendalikan oleh Zainudin walaupun namanya tak tercantum dalam akta perusahaan.
Dalam tuntutannya pula, jaksa menyimpulkan bawah uang yang diberikan PT Baramega dan Jhonlin masih berhubungan dengan pemberian izin pemanfaatan lahan yang dikeluarkan oleh Zulkifli.
“Penerimaan uang dari PT BCMP oleh terdakwa adalah on behalf Zulkifli Hasan,” seperti dikutip dari surat tuntutan. Fakta sidang dalam tuntutan inilah yang kemudian diajukan jaksa dalam kasasinya dan kemudian dikabulkan MA.
Zulkifli pun sempat diperiksa KPK pada 18 September 2018 dalam kasus ini. Ia mengatakan materi pemeriksaan terkait dengan tugas dan fungsi dewan pembina di Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Saat itu, KPK mengendus dugaan aliran uang ke perkumpulan tersebut. “Lain-lain tidak ditanya,” kata dia.
Zulkifli Hasan menolak menjawab pertanyaan soal izin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkannya untuk PT Baramega. “Enggak boleh tanya itu, saya Ketua MPR sekarang. Ia enggan menanggapi tuduhan komisi antikorupsi yang menyebutkan keuntungan yang diterima adiknya dari PT Baramega dan Jhonlin sebenarnya atas namanya. “Nanti deh,” kata dia seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 6 April 2019.