Dewan Adat Papua Menolak Diperiksa Polisi

Reporter

Editor

Rabu, 13 Agustus 2008 09:57 WIB

Koran Tempo, Jakarta:

JAKARTA-- Anggota Dewan Adat Papua menolak diperiksa kepolisian terkait dengan insiden pengibaran bendera Bintang Kejora pada Hari Penduduk Pribumi Internasional. "Kami menolak (pemeriksaan) karena kami belum menerima surat pemanggilan polisi," kata Kepala Pemerintahan Adat Papua Fadhal Alhamid di Timika, Papua, kemarin. "Kami mau memberi keterangan kalau didampingi pengacara."
Merasa dijebak, Fadhal menyesalkan sikap polisi yang langsung memeriksa. "Kami merasa dibohongi," kata Fadhal.
Kemarin para tokoh adat Papua itu mendatangi kantor Kepolisian Resor Wamena. Fadhal mengatakan mereka hendak menjelaskan peristiwa pada peringatan Hari Penduduk Pribumi. Dalam acara di Lapangan Tsinagma, Distrik Wamena, Jayawijaya, Papua, Sabtu lalu, ini seorang warga, Anthonius Tabuni, tewas ditembak.
Dewan Adat meminta kepolisian mengusut penembak Anthonius. "Polisi harus membuktikan senjata pembunuh almarhum, dengan alasan apa pelaku menembak, dan siapa yang memerintahkan," kata Fadhal.
Pertemuan itu dihadiri Forkorus Yoboisembut (Ketua Dewan Adat), Lenokh Mabel (Dewan Adat Wamena), Yulianus Hisage (Ketua Panitia Hari Penduduk Pribumi), dan Dominikus Soragut (Sekretaris Panitia). Hadir menemui, Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Bagus Ekodanto, Direktur Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris Besar Paulus Waterpauw, dan Kepala Kepolisian Resor Wamena Ajun Komisaris Besar Abdul Azis Jamaluddin.
Para tokoh adat menjawab pertanyaan polisi, namun menolak meneken hasilnya. Para tokoh itu akan diperiksa kembali besok di Jayapura. "Mereka minta diperiksa di Jayapura dan didampingi pengacara," kata Bagus Ekodanto. Atas pengusutan penembakan Anthonius, Bagus mengaku belum mengetahui hasil Laboratorium Forensik di Makassar.
Panglima TNI Djoko Santoso menegaskan, insiden Wamena merupakan tindakan separatisme. "Kalau mengibarkan bendera bukan bendera RI, jelas separatisme," kata dia. Adapun Kepala Kepolisian RI Sutanto mengatakan perlu melihat fakta lapangan sebelum memastikan ada-tidaknya keterkaitan antara insiden Wamena dan surat dari anggota Kongres Amerika Serikat.
Sebelum peristiwa Wamena, anggota Kongres Amerika Serikat dikabarkan mengirim surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kalangan Istana menyatakan Presiden belum menerimanya. Surat itu dikabarkan berisi permintaan supaya Presiden membebaskan Filep Karma dan Yusak Pakage--keduanya terpidana pengibaran bendera Bintang Kejora.
Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar menjelaskan, insiden Wamena murni dilakukan penduduk lokal dan tak terkait dengan surat. "Orang Kongres Amerika itu juga banyak tidak tahu tentang Indonesia," kata Syamsir.
Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais menilai anggota Kongres Amerika telah mengintervensi urusan dalam negeri Indonesia. Ia meminta agar surat tak ditanggapi. Amerika dinilai lupa dengan etika komunikasi internasional yang menyatakan negara tak boleh mencampuri urusan negara lain. "Mereka buat fasisme gaya baru,” ujarnya.NININ D | HERU T | TITIS S | REH ATEMALEM S | TJAHJONO EP

Berita terkait

Lima dari Enam Aktivis Papua Akhirnya Bebas Hari Ini

26 Mei 2020

Lima dari Enam Aktivis Papua Akhirnya Bebas Hari Ini

Lima dari enam orang aktivis Papua yang dipenjara atas tuduhan percobaan makar akhirnya bebas hari ini, Selasa, 26 Mei 2020.

Baca Selengkapnya

Tak Jadi Jalani Asimiliasi, Aktivis Papua Tunggu Bebas Murni

15 Mei 2020

Tak Jadi Jalani Asimiliasi, Aktivis Papua Tunggu Bebas Murni

Pembebasan dengan mekanisme asimilasi terhadap lima aktivis Papua terpidana kasus makar hingga kini belum jelas.

Baca Selengkapnya

Sidang 6 Aktivis Papua, Pemilik Mobil Komando: Tak Bisa Cari Uang

13 Maret 2020

Sidang 6 Aktivis Papua, Pemilik Mobil Komando: Tak Bisa Cari Uang

Siswoyo, pemilik mobil komando yang dipakai 6 orang aktivis Papua saat berdemo di Istana Negara menceritakan keluh kesahnya saat bersaksi di PN Jaksel

Baca Selengkapnya

Pelapor Aktivis Papua Surya Anta Bersaksi di Pengadilan

3 Februari 2020

Pelapor Aktivis Papua Surya Anta Bersaksi di Pengadilan

Saksi pelapor aktivis Papua Surya Anta Cs bersaksi di pengadilan untuk enam terdakwa kasus pengibaran bendera Bintang Kejora di depan istana.

Baca Selengkapnya

Terdakwa Makar Lepas Koteka: Negara Selalu Memaksa Orang Papua...

20 Januari 2020

Terdakwa Makar Lepas Koteka: Negara Selalu Memaksa Orang Papua...

Dua terdakwa kasus makar akhirnya menanggalkan pakaian adat Papua, koteka, lantaran majelis hakim disebut enggan memulai persidangan.

Baca Selengkapnya

Terancam Bui 20 Tahun, Aktivis Papua: Aksi Demo Itu Hak Politik

20 Desember 2019

Terancam Bui 20 Tahun, Aktivis Papua: Aksi Demo Itu Hak Politik

Terdakwa salah satu aktivis Papua Paulus Suryanta Ginting, heran dengan tuduhan yang ditujukan kepadanya dan 5 terdakwa lain.

Baca Selengkapnya

Istri Aktivis Papua Beberkan Kondisi Suami di Tahanan Mengenaskan

2 Desember 2019

Istri Aktivis Papua Beberkan Kondisi Suami di Tahanan Mengenaskan

Lucia Fransisca, istri dari Surya Anta Ginting, aktivis Papua yang ditahan di Rutan Salemba, Jakarta Pusat, menuturkan soal kondisi suaminya.

Baca Selengkapnya

Pengacara 6 Aktivis Papua Duga Polisi Singgung Rasial, Detilnya?

2 Desember 2019

Pengacara 6 Aktivis Papua Duga Polisi Singgung Rasial, Detilnya?

Pengacara Tim Advokasi 6 aktivis Papua mengungkap adanya dugaan tindak diskriminatif oleh polisi saat menangkap salah satu mahasiswi.

Baca Selengkapnya

Sidang 6 Aktivis Papua, Pengacara Beberkan Fakta Penangkapan

2 Desember 2019

Sidang 6 Aktivis Papua, Pengacara Beberkan Fakta Penangkapan

Pengacara 6 aktivis Papua yang ditahan oleh Polda Metro Jaya sejak Agustus lalu membacakan permohonan praperadilan dalam persidangan hari ini.

Baca Selengkapnya

Penyebab Praperadilan Pengibaran Bendera Bintang Kejora Ditunda

25 November 2019

Penyebab Praperadilan Pengibaran Bendera Bintang Kejora Ditunda

Sidang perdana gugatan praperadilan kasus pengibaran bendera Bintang Kejora enam aktivis Papua kembali ditunda hingga Senin, 2 Desember 2019.

Baca Selengkapnya