Batal Geledah Rumah Honggo Wendratno, Polisi Beri Surat Panggilan
Reporter
Andita Rahma
Editor
Ninis Chairunnisa
Senin, 27 Januari 2020 15:24 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri mengantar surat panggilan kedua secara langsung ke kediaman buronan kasus dugaan korupsi kondesat Honggo Wendratno.
Sebelumnya, penyidik berencana menggeledah rumah Honggo Namun, Kepala Subdirektorat III Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundering Bareskrim Polri Komisaris Besar Jamaludin mengatakan, pihaknya mempertimbangkan untuk menyerahkan surat panggilan terlebih dahulu.
"Kami menyerahkan surat panggilan kedua kepada tersangka HW dalam rangka penyerahan tahap dua ke Kejaksaan Agung," ujar Jamaludin di Jalan Martimbang III Nomor 3, Jakarta Selatan pada Senin, 27 Januari 2020.
Berdasarkan pantauan Tempo, penyidik tiba di kediaman Honggo sekitar pukul 14.00 WIB. Penyidik hanya bertemu dengan satpam dan menyerahkan surat tersebut melalui petugas keamanan itu.
Jamaludin mengatakan rencananya pada 30 Januari mendatang, polisi bakal menyerahkan berkas tahap II berupa tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan Agung. Kasus ini akan disidang secara in absentia.
Adapun mengenai keberadaan Honggo, Jamaludin menyebut belum diketahui. Polisi masih melakukan pencarian. Namun berdasarkan informasi terakhir, Honggo berada di Singapura.
"Kami sudah cari lewat interpol. Sampai sekarang belum kami dapatkan. Yang bersangkutan tidak hadir, maka berkas tetap kami limpahkan Kejagung,” ujar Jamaludin.
Kasus Honggo Wendratno bermula dari penunjukan langsung PT TPPI oleh BP Migas pada Oktober 2008 untuk penjualan kondensat bagian negara selama 2009-2010. Perjanjian kontrak kerja sama kedua lembaga itu dilakukan Maret 2009.
Penunjukan langsung itu dinilai menyalahi Peraturan BP Migas Nomor KPTS-20/BP00000/2003-50 tentang Pedoman Tata Kerja Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara dan Keputusan Kepala BP Migas Nomor KPTS-24/BP00000/2003-S0 tentang Pembentukan Tim Penunjukan Penjualan Minyak Mentah Bagian Negara. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir kerugian negara kasus itu mencapai US$ 2,716 miliar, yang melibatkan pejabat SKK Migas, Kementerian ESDM, dan PT TPPI.