Ma'ruf Amin: Intoleransi Muncul karena Dilanggarnya Kesepakatan
Reporter
Pribadi Wicaksono (Kontributor)
Editor
Endri Kurniawati
Jumat, 24 Januari 2020 15:47 WIB
TEMPO.CO, Yogyakarta- Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menghadiri forum pertemuan pemimpin partai politik dunia yang tergabung dalam Centrist Democrat International (CDI) di Yogyakarta, Jumat, 24 Januari 2020. Dalam pertemuan yang diinisiasi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu, dalam sambutannya Maruf Amin menyinggung soal intoleransi yang belakangan masih marak di berbagai belahan dunia.
“Akhir akhir ini masyarakat di berbagai belahan bumi khususnya yang menganut demokrasi dihadapkan tantangan serius yaitu intoleransi, penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, egoisme kelompok, kekerasan berlatar etnis atau agama, radikalisme dan terorisme,” ujar Maruf.
Maruf menuturkan kebebasan yang dijamin demokrasi dengan ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi yang maju, justru telah dimanipulasi untuk menyebarkan hal hal negative. “Sehingga merusak sendi sendi harmoni, menciptakan kegaduhan dan mengancam demokrasi itu sendiri.”
Maruf menuturkan esensi demokrasi adalah dialog dan kesepakatan. Esensi dialog adalah saling memahami menuju satu kesepakatan untuk hidup bersama dengan saling menerima dan menghormati perbedaan.
Sepanjang sejarah peradaban manusia, ujar Maruf, sebenarnya sudah tercipta kesepakatan baik yang tertulis dan tak tertulis untuk hidup saling berdampingan secara damai dan tolong menolong. Baik kesepakatan yang dibuat secara internasional, nasional dan komunitas. Namun kenyataan soal hidup bersama antar manusia yang didasari kesepakatan itu sampai hari ini menurut Maruf masih berbeda dengan apa yang diharapkan.
“Terjadinya sikap maupun tindakan intoleransi, radikalisme dan terorisme hingga konflik bersenjata karena dilanggarnya kesepakatan yang sudah dibuat dan absennya dialog.” Padahal, banyak cara yang dilakukan seperti melalui solusi militer terbukti tidak sepenuhnya efektif dalam mengatasi persoalan yang muncul. Solusi secara militeristik dalam penyelesaian konflik, ujar Maruf, terbukti tak sepenuhnya efektif. Yang ada malah menyisakan rasa dendam pihak bertikai dan memicu konflik lanjutam dari sebelumnya serta tindakan radikal dan kekerasan lainnya.
“Hal ini terjadi karena hilangnya harapan masa depan dari masyarakat khususnya kalangan modern.”
Maruf menuturkan, disadari atau tidak, peradaban manusia saat ini menghadapi permasalahan serius dari dari mereka yang tidak paham atau mengingkari kesepakatan. Ia mencontohkan dengan kondisi di Indonesia.
Maruf menuturkan bangsa Indonesia terdiri atas lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda. Namun ratusan kelompok etnis itu bisa hidup bersama dengan ragam budaya, bahasa kepercayaan serta agama berbeda beda.
Ia menduga Indonesia sebagai negara paling heterogen di dunia. Namun demikian Indonesia tetap butuh bersatu sehingga menjaga kuat kesepakatan para pendiri bangsa. "Indonesia dengan penduduk muslim terbesar, senantiasa memposisikan diri sebagai negara yang mengedepankan Islam moderat, rahmatan lil alaamiin, rahmat bagi seluruh alam," ujar Ma'ruf Amin.
Sebagai upaya menjaga perdamaian dunia, Indonesia juga telah bermitra dengan 35 negara dalam dialog lintas agama dalam toleransi, multikulturalisme, dan nilai-nilai kemanusiaan serta menjadi bagian solusi global menginisiasi sejumlah program, antara lain dialog lintas agama.