Asrama Berubah Fungsi, 32 Mahasiswa Tunanetra Tidur di Trotoar
Reporter
Iqbal Tawakal Lazuardi (Kontributor)
Editor
Syailendra Persada
Kamis, 16 Januari 2020 18:47 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Sedikitnya 32 mahasiswa tunanetra eks penghuni asrama Wyata Guna, Bandung, masih tinggal di trotoar yang berada di Jalan Pajajaran, Kota Bandung.
Mereka masih menuntut pemerintah untuk mengembalikan fungsi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) menjadi Panti Sosial Bina Netra.
Pantauan Tempo, Rabu sore, 16 Januari 2020, tenda pengungsian yang terbuat dari terpal masih terpasang di pagar Balai Wyata Guna. Sejumlah relawan dari berbagai organisasi nampak membantu kebutuhan mahasiswa yang tengah melakukan aksi protes tersebut.
Salah satu perwakilan mahasiswa, Elda Fahmi, mengatakan, mereka masih akan bertahan tinggal di trotoar hingga ada solusi dari pemerintah. Salah satu solusi yang diharapkan mereka adalah pemerintah segera mencabut Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018.
"Kami terus membuka diri untuk menerima audiensi agar ditemukan solusi. Tapi sejauh ini dari pertemuan-pertemuan yang ada belum ada solusi," kata Elda kepada wartawan, Kamis, 16 Januari 2020.
Menurut dia, Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018 tersebut secara tidak langsung telah mencabut fungsi panti sebagai wadah untuk membina dan membimbing tuna netra yang sedang menempuh pendidikan formal. Peraturan tersebut berlaku bagi seluruh panti sosial bina netra di seluruh Indonesia.
"Kami tidak memikirkan nasib kami di sini saja tapi teman-teman sesama tuna netra. Secara langsung generasi kami sampai ke bawah terancam lebih suram nasibnya," kata dia.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebelumnya telah menawarkan tempat singgah di Kantor Dinas Sosial di Cimahi. Namun, mahasiswa tetap menolak untuk dipindahkan. Elda mengatakan, belum menentukan sampai kapan ia dan kawan-kawannya bertahan tinggal di trotar.
"Kami sudah kecewa bertahun-tahun berjuang dan terus dipermainkan, kami spontan ingin tidur di aspal dengan tujuan agar pemerintah mengembalikan fungsi panti dengan mencabut Permensos 18 Tahun 2018," katanya.
32 mahasiswa tuna netra tersebut terusir dari panti sosial bina netra Wyata Guna sejak 14 Januari 2020. Mereka dikeluarkan oleh pengelola balai karena telah Panti Sosial Bina Netra berubah menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna Bandung sejak 1 Januari 2019.
Perubahan itu diatur dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 18 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas di Lingkungan Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial.
Saat berstatus sebagai panti sosial, Wyata Guna menampung siswa tunanetra yang bersekolah di sana dari sekolah dasar hingga kuliah. Asrama juga diperuntukkan bagi peserta rehabilitasi yang mengikuti beberapa materi keterampilan hidup seperti pijat, komputer, dan jenis pekerjaan lain.
Ketika menjadi balai, Wyata Guna hanya mengurusi peserta rehabilitasi. Adapun sekolah bagi siswa tunanetra dari pendidikan dasar hingga 12 tahun dan kuliah dilimpahkan ke pemerintah daerah atau institusi lain.
Pada masa transisi ini, Kepala Seksi Layanan Rehabilitasi Sosial Balai Wyata Guna Hisyam Cholil, pihaknya hanya mengizinkan 20 siswa SLB di sana untuk menghuni asrama.
Sampai mereka lulus SMA sekitar enam tahun lagi. Balai kini tidak lagi mengurus soal SLB di Wyata Guna. Dinas Pendidikan Jawa Barat kini yang mengelolanya dengan status pinjam pakai aset Kementerian Sosial hingga lima tahun ke depan. "Karena bukan tugas kami di wilayah pendidikan," kata Cholil.
Sementara penghuni asrama yang berstatus mahasiswa dikembalikan Wyata Guna ke orang tuanya.