6 Kritik ICW untuk KPK Periode 2019-2023

Reporter

Caesar Akbar

Editor

Juli Hantoro

Selasa, 31 Desember 2019 06:01 WIB

Pimpinan KPK terpilih Komjen Pol Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, dan Nurul Ghufron usai dilantik Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat 20 Desember 2019. TEMPO/Subekti.

TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch atau ICW melancarkan kritik mengenai Komisi Pemberantasan Korupsi periode anyar, 2019-2023. Terpilihnya lima pimpinan anyar lembaga antirasuah pun disebut sebagai salah satu alasan tahun 2019 dinobatkan sebagai periode terburuk bagi pemberantasan korupsi.

"Ini tahun kehancuran KPK yang disponsori langsung oleh istana, yaitu Presiden Joko Widodo dan juga anggota DPR periode 2014-2019 dan 2019-2024 mendatang," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana di Kantor ICW, Jakarta, Ahad, 29 Desember 2019.

Dalam beberapa waktu terakhir ini, Tempo mencatat setidaknya ada enam kritik yang dilontarkan ICW terhadap KPK era kepemimpinan Firli Bahuri. Berikut ini adalah rinciannya.

1. Menyebut pimpinan baru KPK sebagai yang terburuk sepanjang sejarah

ICW menilai lima figur pimpinan KPK saat ini adalah yang terburuk sepanjang berdirinya lembaga antirasuah tersebut. Kurnia mengatakan, lima orang pimpinan itu dihasilkan dari proses seleksi yang menuai banyak persoalan.

Advertising
Advertising

Persoalan itu misalnya anggota panitia seleksi yang memiliki kedekatan dengan institusi kepolisian, dan pansel yang terkesan ahistoris dengan keberadaan KPK. "Yang mana mereka diasumsikan publik memberikan karpet merah kepada penegak hukum untuk menjadi pimpinan KPK," kata Kurnia.

Berdasarkan catatan ICW, figur yang diloloskan dalam proses seleksi juga memiliki catatan di masa lalu. Misalnya saja, masih ada satu di antara lima pimpinan KPK yang tidak patuh melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara).

Lalu, terkait dengan rekam jejak, istana dan DPR pun berhasil meloloskan figur terduga pelanggar kode etik, bahkan duduk sebagai ketua KPK. "Bahkan banyak yang mengatakan, bahwa yang bersangkutan (Firli Bahuri) merangkap jabatan dan ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak pantas sebenarnya menduduki kursi pimpinan KPK," ujar Kurnia.


2. Menolak pimpinan yang mendukung Revisi Undang-undang KPK

Kurnia mengatakan ICW menolak pimpinan KPK baru lantaran mereka setuju dengan revisi UU KPK. Ia mengatakan saat uji kelayakan di DPR, mayoritas Pimpinan KPK terpilih sepakat untuk merevisi Undang-Undang KPK.

Padahal di saat yang sama draf yang ditawarkan oleh DPR dan pemerintah tidak pernah sekalipun memperkuat KPK. "Selain itu penolakan masyarakat juga sangat meluas perihal perubahan UU KPK tersebut," katanya.

3. Menyebut pelantikan Dewan Pengawas sebagai fase kehancuran KPK

ICW menilai KPK justru akan memasuki fase kehancuran usai Dewan Pengawas dilantik pada 20 Desember 2019. Mereka melihat Dewan Pengawas yang dibentuk Presiden Joko Widodo merupakan bentuk lain untuk melemahkan KPK secara sistematis.

"Bukan lagi suram. Tapi fase kehancuran KPK adalah pasca pengesehan UU KPK baru, pelantikan pimpinan KPK dan Dewan Pengawas," kata Kurnia Ramadhana saat dihubungi pada Ahad, 22 Desember 2019.

Menurut Kurnia, Penilaian publik dibuat seakan KPK memiliki harapan dengan hadirnya Dewan Pengawas. Padahal, jika ditelisik lebih jauh, dengan adanya UU KPK baru, justru akan semakin memperlihatkan bahwa hadirnya Dewas Pengawas menghambat pemberantasan korupsi. "Bukan persoalan siapa yang dipilih, orang baik atau bukan orang baik, tapi fungsi dari kelembagaan Dewan Pengawas itu yang dipersoalkan," kata Kurnia.


4. Mencurigai rencana pencarian juru bicara baru KPK

ICW menduga rencana pimpinan KPK mencari juru bicara baru pengganti Febri Diansyah sebagai langkah balas dendam terhadap figur tertentu di lembaga antirasuah tersebut.

Wacana pencarian juru bicara itu sudah santer sebelum Febri undur diri untuk fokus menjadi Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK. Selama ini, Febri memang mengemban jabatan rangkap untuk dua posisi tersebut.

"Kami curiga bahwa kebijakan ini adalah langkah balas dendam dari lima Pimpinan KPK terhadap figur tertentu di KPK," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Selasa, 24 Desember 2019.

Menurut Kurnia, sebelum memutuskan mencari jubir baru, seharusnya pimpinan berkonsultasi dengan Biro Sumber Daya KPK. Konsultasi perlu untuk menganalisis, apakah mencari juru bicara KPK baru sifatnya mendesak mesti dilakukan. Dan apakah untuk mengukur kinerja Febri Diansyah sebagai juru bicara.

5. Menyoroti status polisi aktif Firli Bahuri

ICW menilai status Ketua KPK Firli Bahuri yang masih aktif di kepolisian dapat mengancam independensi lembaga anti rasuah tersebut. Ia menduga akan ada konflik kepentingan kuat bila Firli tak mundur dari Polri.

"Independensi KPK itu mutlak dijalankan. Secara etika tak pantas Firli masih berstatus sebagai polisi aktif. Harusnya yang bersangkutan mundur dari institusi Kepolisian, bukan hanya dari jabatannya," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana saat dihubungi Selasa 24 Desember 2019.

Kurnia mengatakan celah konflik kepentingan ada, karena setelah Firli selesai menjabat sebagai komisioner KPK selama empat tahun ia bisa kembali lagi ke Kepolisian. Sehingga menurut Kurnia wajar saja apabila publik meragukan apa Firli dapat objektif dalam menangani perkara yang pelakunya berasal dari kepolisian.

Bila Firli bersikeras tak mau mundur sebagai polisi aktif, Kurnia menyarankan agar tetap berada di kepolisian saja. "Lebih baik dulu ia berkarir saja di kepolisian, tidak usah mendaftar sebagai pimpinan KPK," kata dia.

6. Menilai pimpinan KPK tak berpihak terhadap Kasus Novel Baswedan

ICW menilai penarikan Jam penghitung waktu kasus Novel dan sepeda dari lobi gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandakan ketidakberpihakan penuntasan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

"Kalau ada pimpinan yang mencoba untuk menghilangkan dengan dasar argumentasi yang enggak, jelas artinya pimpinan tidak berpihak pada pentutusan kasus Novel," kata Peneliti ICW Wana Alamsyah kepada Tempo pada Jumat 27 Desember 2019.

Wana menilai, jam dan sepeda itu merupakan simbol tidak hadirnya negara dalam penuntasan kasus Novel Baswedan. Dua simbol itu sebagai pengingat bahwa kasus Novel belum usai. "Itu simbol melawan lupa, merawat ingatan," katanya.

Sejak Kamis, 26 Desember 2019, Jam penghitung waktu kasus Novel Baswedan dan sepeda itu tak ada lagi di depan lobi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis, 26 Desember 2019.


CAESAR AKBAR | HALIDA BUNGA | ROSSENO AJI | ANDITA RAHMA

Berita terkait

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

1 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

1 jam lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

3 jam lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

4 jam lalu

KPK Sita Kantor NasDem di Sumatera Utara dalam Kasus Korupsi Bupati Labuhanbatu

KPK menyita kantor Partai NasDem di Labuhanbatu, Sumatera Utara, dalam perkara korupsi yang menjerat Bupati Erik Atrada Ritonga.

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

5 jam lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

7 jam lalu

Fakta-Fakta Sidang SYL: Duit Kementerian Dipakai Buat Sunatan, Bangun Kafe, hingga Cicil Alphard

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo alias SYL acapkali menggunakan uang Kementan untuk keperluan pribadi.

Baca Selengkapnya

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

11 jam lalu

Dewas KPK Tunda Sidang Etik Dua Pekan karena Nurul Ghufron Tak Hadir

Dewas KPK menunda sidang etik dengan terlapor Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada Kamis, 2 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

12 jam lalu

Kantornya Digeledah KPK, Ini Kasus yang Menyeret Sekjen DPR Indra Iskandar

Penyidik KPK menggeledah kantor Sekretariat Jenderal DPR atas kasus dugaan korupsi oleh Sekjen DPR, Indra Iskandar. Ini profil dan kasusnya.

Baca Selengkapnya

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

18 jam lalu

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Melawan KPK Akan Digelar Hari Ini

Gugatan praperadilan Bupati Sidoarjo itu akan dilaksanakan di ruang sidang 3 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pukul 09.00.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

23 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya