Ulama sekaligus pendiri Maarif Institute, Ahmad Syafi'i Maarif menyampaikan sambutan pada Halaqah Kebangsaan Cendekiawan dan Ulama Muhammadiyah di Hotel Sari Pasific, Jakarta, Rabu, 6 Februari 2019. Acara tersebut dihadiri oleh Syafiq Mughni selaku Staf Khusus Presiden bidang dialog dan kerjasama antar agama dan peradaban serta Siti Ruhaini Dzuhayatin, Staf Khusus Presiden bidang Isu Keagamaan Internasional. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
TEMPO.CO, Jakarta-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bekerja sama dengan Maarif Institute dalam upaya melawan intoleransi dan radikalisme yang rentan terjadi di sekolah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan penguatan peran pengawasan internal sekolah dalam bentuk pelatihan intensif.
Pelatihan membahas peningkatan kapasitas pengetahuan, metode dan pencegahan infiltrasi anti-kebhinekaan. Sejauh ini terdapat enam titik pelatihan yaitu Banten, Yogyakarta, Malang, Mataram, Manado dan Denpasar.
"Melalui program ini, pengawas internal sekolah dipacu untuk mengenali, mendeteksi, mengawasi dan berperan aktif dalam mencegah penetrasi intoleransi dan radikalisme," ujar Inspektur Jendral Kemendikbud Muclis R. Luddin di Jakarta, Rabu 9 Oktober 2019.
Pengawasan yang didorong maksimal salah satunya berupa kinerja kepala sekolah, guru dan tenaga kerja. Tujuannya agar pembelajaran di sekolah menjadi optimal dan aman bagi siswa.
Direktur Program Maarif Institute Khelmy K. Pribadi berpendapat pendidikan karakter sangat penting agar siswa mampu menjaga ideologi Pancasila dan identitas bangsa. Hal ini pun sejalan dengan Peraturan Presiden No. 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter yang kemudian diturunkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Budaya Nomor 20 tahun 2018.
"Pancasila mesti menjadi ruh pembangunan sumber daya manusia yang unggul secara autentik," tambah Ahmad Syafii Maarif selaku pendiri Maarif Institute.