Tenaga Ahli Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ali Mochtar Ngabalin (kiri) memberi penjelasan dalam Diskusi Sikap Pemerintah Terhadap UU KPK di Jakarta, Jumat 4 Oktober 2019. Diskusi yg dihadiri pengamat, praktisi hukum, perwakilan partai dan masyarakat umum ini ingin memberikan masukan kepada pemerintah atas UU KPK yang telah disetujui DPR. ANTARA FOTO/Reno Esnir
TEMPO.CO, Jakarta - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin, mengatakan bahwa pemerintah di bawah Presiden Jokowi lebih sering menjadi korban ulah pendengung (buzzer) di media sosial.
Menurut dia, justru buzzer politik yang kerap memfitnah dan menghina pemerintah.
"Buzzer politik itu lebih banyak memfitnah pemerintah, yang lebih banyak terpojok dan dibully itu pemerintah, jangan memutarbalikan fakta," kata dia dalam diskusi "Sikap Pemerintah Terhadap UU KPK," di Hotel Oriental, Jakarta, hari ini, Jumat, 4 Oktober 2019.
Ngabalin menerangkan bahwa penggunaan media sosial untuk menyebarluaskan program pemerintah adalah hal yang biasa. Dia meyakinkan tak ada kekuatan politik di dunia saat ini yang tidak menggunakan media sosial untuk tujuan tersebut.
Maka, dia berpendapat, tidak ada yang keliru ketika seseorang melalui media sosial menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Namun Ngabalin menyangkal tudingan bahwa Pemerintah menyewa para buzzer untuk mendukung program Presiden Jokowi.
"Pemerintah tidak mengorganisasi, jadi no problem."
Meski demikian Ngabalin menyatakan seluruh buzzer perlu ditertibkan, tak hanya buzzer pendukung Pemerintah. Ia mengatakan keamanan negara bisa terganggu bila buzzer terus menyebarkan kabar bohong lewat media sosial.
"Negara memiliki kekuasaan untuk bisa menertibkan keamanan dalam negeri," kata dia.