Pelemahan dalam UU KPK, Ini Poin-poinnya Menurut Tim Transisi
Reporter
M Rosseno Aji
Editor
Endri Kurniawati
Rabu, 25 September 2019 09:18 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Tim transisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 26 poin perubahan yang berpotensi melemahkan lembaganya dalam Undang-Undang KPK yang baru. Tim juga menemukan sejumlah pasal yang tidak sinkron hingga memunculkan multi tafsir.
"26 poin itu kami pandang sangat berisiko melemahkan atau bahkan riskan bisa melumpuhkan Kerja KPK," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2019.
Febri menjabarkan 26 poin dalam UU yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR 17 September 2019 itu. Di antaranya:
- Pelemahan Independensi KPK karena diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif.
- Bagian yang mengatur bahwa Pimpinan KPK adalah penanggungjawab tertinggi dihapus.
- Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.
- Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara, yaitu: memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.
- Standar larangan etik, dan anti konflik kepentingan untuk Dewan Pengawas lebih rendah dibanding Pimpinan dan Pegawai KPK.<!--more-->
- Dewan Pengawas untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun.
- Pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum sehingga akan berisiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas penindakan.
- Salah satu pimpinan KPK setelah UU ini disahkan terancam tidak bisa diangkat karena tidak cukup umur karena kurang dari 50 tahun (pimpinan tersebut adalah Nurul Ghufron yang berumur 45 tahun).
- Pemangkasan kewenangan penyelidikan yang tak bisa lagi mengajukan pelarangan terhadap seseorang ke luar negeri.
- Pemangkasan kewenangan penyadapan.
- Operasi Tangkap Tangan menjadi lebih sulit dilakukan karena lebih rumitnya pengajuan penyadapan dan aturan lain.
- Terdapat pasal yang bisa salah arti seolah-olah KPK tidak boleh melakukan OTT, yakni Pasal 6 huruf a bahwa Tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
- Penyadapan berisiko kriminalisasi terhadap pegawai KPK karena aturan tidak jelas dalam UU KPK.
- Ada risiko penyidik Pegawai Negeri Sipil di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Polri karena Pasal 38 ayat 2 UU KPK dihapus. (Pasal 38 ayat 2 UU KPK menyatakan Pasal 7 ayat 2 KUHAP tak berlaku untuk KPK. Adapun pasal dalam KUHAP itu menjelaskan bahwa PPNS dalam tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri).
- Berkurangnya kewenangan penuntutan karena dalam Pasal 12 (2) UU KPK yang baru tak disebutkan kewenangan penuntutan.
- Dalam pelaksanaan Penuntutan KPK harus berkoordinasi dengan pihak terkait, namun tidak jelas siapa pihak terkait yang dimaksud.<!--more-->
- Pegawai KPK rentan dikontrol dan tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena status ASN.
- Terdapat ketidakpastian status pegawai KPK apakah menjadi PNS atau PPPK (pegawai kontrak).
- Jangka waktu Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara.
- Ada potensi KPK kesulitan memproses pejabat negara karena hanya sifat kekhususan KPK.
- Terdapat pertentangan sejumlah norma, seperti: Pasal 69D mengatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah. Sementara di Pasal II diatur UU ini berlaku pada tanggal diundangkan.
- Hilangnya posisi Penasehat KPK tanpa kejelasan dan aturan peralihan, apakah Penasehat menjadi Dewan Pengawas atau Penasehat langsung berhenti saat UU ini diundangkan.
- Hilangnya kewenangan penanganan kasus yang meresahkan publik
- KPK hanya berkedudukan di ibu kota negara, sehingga tidak lagi memiliki harapan untuk diperkuat dan memiliki perwakilan daerah.
- Tidak ada penguatan dari aspek pencegahan.
- Dalam UU KPK baru, kewenangan KPK melakukan supervisi kasus dikurangi.