Pelemahan dalam UU KPK, Ini Poin-poinnya Menurut Tim Transisi

Rabu, 25 September 2019 09:18 WIB

Ribuan mahasiswa dari berbagai universitas menggelar aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Senin, 23 September 2019. Mereka juga menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI. TEMPO/M Taufan RengganisDalam Aksi tersebut mereka menyampaikan mosi tidak percaya kepada DPR RI dan menolak RKUHP karena memuat pasal-pasal yang kontroversial serta menolak UU KPK yang baru disahkan oleh DPR RI. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Jakarta - Tim transisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan 26 poin perubahan yang berpotensi melemahkan lembaganya dalam Undang-Undang KPK yang baru. Tim juga menemukan sejumlah pasal yang tidak sinkron hingga memunculkan multi tafsir.

"26 poin itu kami pandang sangat berisiko melemahkan atau bahkan riskan bisa melumpuhkan Kerja KPK," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah dalam keterangan tertulis, Rabu, 25 September 2019.

Febri menjabarkan 26 poin dalam UU yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR 17 September 2019 itu. Di antaranya:

  1. Pelemahan Independensi KPK karena diletakkan sebagai lembaga negara di rumpun eksekutif.
  2. Bagian yang mengatur bahwa Pimpinan KPK adalah penanggungjawab tertinggi dihapus.
  3. Dewan Pengawas lebih berkuasa daripada Pimpinan KPK, namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas.
  4. Kewenangan Dewan Pengawas masuk pada teknis penanganan perkara, yaitu: memberikan atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan.
  5. Standar larangan etik, dan anti konflik kepentingan untuk Dewan Pengawas lebih rendah dibanding Pimpinan dan Pegawai KPK.<!--more-->
  6. Dewan Pengawas untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun.
  7. Pimpinan KPK bukan lagi penyidik dan penuntut umum sehingga akan berisiko pada tindakan-tindakan pro justicia dalam pelaksanaan tugas penindakan.
  8. Salah satu pimpinan KPK setelah UU ini disahkan terancam tidak bisa diangkat karena tidak cukup umur karena kurang dari 50 tahun (pimpinan tersebut adalah Nurul Ghufron yang berumur 45 tahun).
  9. Pemangkasan kewenangan penyelidikan yang tak bisa lagi mengajukan pelarangan terhadap seseorang ke luar negeri.
  10. Pemangkasan kewenangan penyadapan.
  11. Operasi Tangkap Tangan menjadi lebih sulit dilakukan karena lebih rumitnya pengajuan penyadapan dan aturan lain.
  12. Terdapat pasal yang bisa salah arti seolah-olah KPK tidak boleh melakukan OTT, yakni Pasal 6 huruf a bahwa Tindakan-tindakan pencegahan sehingga tidak terjadi tindak pidana korupsi.
  13. Penyadapan berisiko kriminalisasi terhadap pegawai KPK karena aturan tidak jelas dalam UU KPK.
  14. Ada risiko penyidik Pegawai Negeri Sipil di KPK berada dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Polri karena Pasal 38 ayat 2 UU KPK dihapus. (Pasal 38 ayat 2 UU KPK menyatakan Pasal 7 ayat 2 KUHAP tak berlaku untuk KPK. Adapun pasal dalam KUHAP itu menjelaskan bahwa PPNS dalam tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri).
  15. Berkurangnya kewenangan penuntutan karena dalam Pasal 12 (2) UU KPK yang baru tak disebutkan kewenangan penuntutan.
  16. Dalam pelaksanaan Penuntutan KPK harus berkoordinasi dengan pihak terkait, namun tidak jelas siapa pihak terkait yang dimaksud.<!--more-->
  17. Pegawai KPK rentan dikontrol dan tidak independen dalam menjalankan tugasnya karena status ASN.
  18. Terdapat ketidakpastian status pegawai KPK apakah menjadi PNS atau PPPK (pegawai kontrak).
  19. Jangka waktu Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3 selama 2 tahun akan menyulitkan dalam penanganan perkara korupsi yang kompleks dan bersifat lintas negara.
  20. Ada potensi KPK kesulitan memproses pejabat negara karena hanya sifat kekhususan KPK.
  21. Terdapat pertentangan sejumlah norma, seperti: Pasal 69D mengatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah. Sementara di Pasal II diatur UU ini berlaku pada tanggal diundangkan.
  22. Hilangnya posisi Penasehat KPK tanpa kejelasan dan aturan peralihan, apakah Penasehat menjadi Dewan Pengawas atau Penasehat langsung berhenti saat UU ini diundangkan.
  23. Hilangnya kewenangan penanganan kasus yang meresahkan publik
  24. KPK hanya berkedudukan di ibu kota negara, sehingga tidak lagi memiliki harapan untuk diperkuat dan memiliki perwakilan daerah.
  25. Tidak ada penguatan dari aspek pencegahan.
  26. Dalam UU KPK baru, kewenangan KPK melakukan supervisi kasus dikurangi.

Advertising
Advertising

Berita terkait

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

2 jam lalu

Dua Kali Mangkir dari Pemeriksaan KPK, Gus Muhdlor Jalani Sidang Praperadilan di PN Jaksel Hari Ini

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang perdana praperadilan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor, Senin, 6 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

7 jam lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sudah Dua Kali Mangkir, KPK: Penyidik Bisa Menangkap Kapan Saja

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan jemput paksa terhadap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor tak perlu harus menunggu pemanggilan ketiga.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

2 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

3 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

3 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya