Revisi UU KPK: Poin Penyadapan Izin Dewan Pengawas yang Perlu Diwaspadai

Minggu, 15 September 2019 17:02 WIB

Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menabur bunga di kantor KPK, Jakarta, Jumat, 13 September 2019. Aksi tersebut sebagai wujud rasa berduka terhadap pihak-pihak yang diduga telah melemahkan KPK dengan terpilihnya pimpinan KPK yang baru serta revisi UU KPK. ANTARA/Sigid Kurniawan/wsj.

Tempo.co, Jakarta - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat setuju merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Revisi UU KPK).

Salah satu poin yang sedang dibahas adalah soal penyadapan harus melalui izin dewan pengawas.

Dalam draf revisi UU KPK yang diusulkan DPR, Pasal 12B ayat (1) menyebutkan bahwa penyadapan dilaksanakan atas izin tertulis dari dewan pengawas. Dalam daftar inventaris masalah (DIM), pemerintah hanya mengusulkan sedikit perubahan.

Yang benar-benar berbeda hanyalah lama waktu penyadapan. Pemerintah mengusulkan jangka waktu penyadapan selama 6 bulan, lebih lama dari usulan DPR selama 3 bulan.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menganggap pengaturan penyadapan dalam rancangan beleid itu hanya upaya pelemahan KPK.

Advertising
Advertising

Dia berujar kewenangan Dewan Pengawas yang terlalu besar berpretensi untuk mengontrol KPK. "Dengan perubahan itu langkah KPK akan tidak progresif, terutama di bidang penindakan," kata Fickar.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pun menyebut revisi akan melemahkan lembagaantikorupsi itu. "Dosis berat pelemahan KPK oleh DPR dikurangi sedikit oleh Presiden, tidak ada penguatan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Sabtu, 14 September 2019.

Menurut Kurnia, keberadaan Dewan Pengawas usulan presiden hanya berubah pada sisi mekanisme pemilihan. Sisanya, sama-sama melemahkan KPK. Keberadaan dewan itu membuat birokrasi penyadapan semakin ruwet dan berpotensi menghilangkan momentum menangkap koruptor.

Berikut poin-poin pasal penyadapan usulan DPR dan pemerintah dalam draf revisi UU KPK.

Pasal 12B ayat (1)
-DPR: Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, dilaksanakan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
-Pemerintah: Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilaksanakan setelah mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas.

Pasal 12B ayat (2)
-DPR: Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta izin tertulis kepada Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
-Pemerintah: Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (10 dilaksanakan berdasarkan permintaan secara tertulis dari Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal 12B ayat (3)
-DPR: Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis atau tidak memberikan izin tertulis terhadap permintaan izin tertulis paling lama 1x24 jam sejak permintaan izin tertulis diajukan.
-Pemerintah: Dewan Pengawas dapat memberikan izin tertulis terhadap permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 1x24 jam terhitung sejak permintaan diajukan.

Pasal 12B ayat (4)
-DPR: Penyadapan dilakukan paling lama 3 bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.
-Pemerintah: Penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang satu kali untuk jangka waktu yang sama.

Pasal 12C ayat (1)
-DPR: Penyadapan dilaporkan kepada pimpinan KPK secara berkala.
-Pemerintah: Penyelidik dan penyidik melaporkan penyadapan yang sedang berlangsung kepada pimpinan KPK secara berkala.

Pasal 12C ayat (2)
-DPR: Penyadapan yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan KPK dan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari terhitung sejak selesai dilakukan.
-Pemerintah: Penyadapan yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada pimpinan KPK dan Dewan Pengawas paling lambat 14 hari terhitung sejak selesai dilakukan (perubahan hanya redaksional pengacuan pasal).

Pasal 12D ayat (1)
-DPR: Hasil Penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
-Pemerintah: Hasil Penyadapan bersifat rahasia dan hanya untuk kepentingan peradilan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi(perubahan hanya redaksional pengacuan pasal).

Pasal 12D ayat (2)
-DPR: Hasil Penyadapan yang tidak terkait dengan Tindak Pidana Korupsi yang sedang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi wajib dimusnahkan seketika.
-Pemerintah: tetap.

Pasal 12D ayat (3)
-DPR: Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau barang siapa yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
-Pemerintah: Dalam hal kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dilaksanakan, pejabat dan/atau orang yang menyimpan hasil penyadapan dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berita terkait

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

1 jam lalu

KPK Sebut Dana BOS Paling Banyak Disalahgunakan dengan Modus Penggelembungan Biaya

Modus penyalahgunaan dana BOS terbanyak adalah penggelembungan biaya penggunaan dana, yang mencapai 31 persen.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

10 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

10 jam lalu

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

Dua rutan KPK, Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Rutan Puspomal, dihentikan aktivitasnya buntut 66 pegawai dipecat karena pungli

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

12 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

13 jam lalu

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

15 jam lalu

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

KPK memeriksa 15 ASN untuk mendalami keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca Selengkapnya

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

22 jam lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

23 jam lalu

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK akan menyempurnakan proses administrasi sebelum menerbitkan sprindik baru untuk eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

1 hari lalu

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memprioritaskan lima program unggulan untuk mencegah korupsi di daerah.

Baca Selengkapnya

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

1 hari lalu

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

Sebelum penggeledahan ini, KPK mencegah Sekjen DPR RI Indra Iskandar dan enam orang lainnya bepergian ke luar negeri.

Baca Selengkapnya