Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah di acara Seminar Kebangsaan bersama civitas akademika Universitas Muhamadiyah Malang, beserta sekitar 500 guru di lingkungan Muhamadiyah se-Malang Raya pada Minggu, 31 Maret 2019.
TEMPO.CO, Jakarta-Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Ahmad Basarah mengatakan kehadiran haluan negara tak hanya bicara satu pemerintahan saja. Wacana pemindahan ibu kota oleh Presiden Joko Widodo, menurut dia, adalah salah satu contohnya.
"Tak hanya satu pemerintahan saja. Tetapi kita bicara soal konsepsi pembangunan nasional secara terencana, terukur dan berkesinambungan. Case Pak Jokowi dalam rangka pemindahan ibu kota itu menjadi salah satu contoh saja," kata Basarah yang juga politikus PDI Perjuangan dalam Diskusi Mengupas Polemik Kemunculan GBHN di Jakarta, Rabu, 4 September 2019.
Basarah menegaskan, jika tidak ada haluan pembangunan nasional yang tidak mengikat, maka tidak ada jaminan bagi pemerintahan berikutnya akan melanjutkan apa yang dilakukan Presiden Jokowi terkait pemindahan ibu kota.
Hal ini dikarenakan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional, dan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang rencana pembangunan jangka panjang, tidak melarang jika presiden terpilih berikutnya tak melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh presiden sebelumnya.
"Maka diskontinuitas pembangunan itu berpotensi terjadi. Kalau sudah demikian, kita tidak bicara tentang periodisasi Pak Jokowi, tetapi bagi presiden berikutnya," ujarnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika haluan negara dilaksanakan, pemerintah ingin siapa pun presiden dan partai politik di periode 2024 kelak, roadmap pembangunan tidak terinterupsi hanya karena selera baru presiden dan parpol terpilih. "Jadi bukan semata-mata menjaga legacy Pak Jokowi," katanya.
MPR telah merampungkan draf amandemen UUD 1945 dan pokok-pokok haluan negara. Lantaran masa kerja parlemen 2014-2019 hampir berakhir, rekomendasi perubahan konstitusi ini dilimpahkan untuk dijalankan MPR periode berikutnya.