Polisi membawa sejumlah orang yang diamankan dari Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan 10, Surabaya, Sabtu, 17 Agustus 2019. Evakuasi puluhan mahasiswa tersebut dari asramanya berlangsung mencekam. ANTARA/Didik Suhartono
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Papua menilai penangkapan 43 mahasiswa Papua di Surabaya dan penganiayaan terhadap massa di Malang merupakan tindakan rasisme.
LBH Papua meminta pemerintah memberi jaminan keamanan terhadap mahasiswa asal Papua dan menghukum pelaku.
“Masih hidup penyakit rasisme dalam tubuh aparatur negara dan warga negara Indonesia,” ujar Direktur LBH Papua Emanuel Gobay dalam keterangan tertulisnya hari ini, Ahad, 18 Agustus 2019.
Pada peringatan Hari Kemerdekaan RI pada Sabtu lalu, 17 Agustus 2019, terjadi penggerebekan Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Pacar Keling, Kota Surabaya, Jawa Timur.
Penggerebekan dilakukan oleh aparat TNI diikuti pengepungan Satpol PP dan ormas. Sebanyak 42 mahasiswa digelandang ke Kantor Polres Surabaya.
Diduga penggerebekan dipicu kesalahpahaman setelah Bendera Merah Putih milik Pemerintah Kota Surabaya jatuh di depan asrama. Sedangkan di Malang terjadi bentrokan polisi dengan mahasiswa asal Papua yang demonstrasi pada 15 Agustus 2019.
LBH Papua berpendapat pelaku kekerasan melanggar Undang-undang nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik. Maka seluruh pemerintah dan parlemen daerah di Papua didorong membentuk Tim Khusus Anti Rasisme Terhadap Orang Papua Asli di Seluruh Wilayah Indonesia.
Menurut Emanuel Gobay, tim itu bertugas mendata dan mengidentifikasi kasus-kasus rasisme berikut bentuk pelanggarannya lalu mendorong penegakan hukum.
TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali
17 jam lalu
TPNPB Klaim Tembak Mati Empat Anggota TNI-Polri dan Bakar Sekolah di Enarotali
TPNPB-OPM menyatakan menembak empat anggota aparat gabungan TNI-Polri. Penembakan itu terjadi pada Rabu, 1 Mei 2024. Keempat orang itu ditembak saat mereka sedang berpatroli.