Golkar Pertanyakan Urgensi Amandemen UUD 1945 dan GBHN
Reporter
Budiarti Utami Putri
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 3 Agustus 2019 13:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi Partai Golkar Majelis Permusyawaratan Rakyat Zainudin Amali mempertanyakan urgensi amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945. Amandemen ini terkait dengan kewenangan MPR menetapkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara.
Amali menilai, ada dua hal yang mesti dijawab terlebih dulu sebelum MPR menyepakati agenda tersebut. "Pertanyaan besarnya adalah masih perlukah GBHN sekarang ini, sementara sistem pemilu sudah berubah dan presiden bukan lagi menjadi mandataris MPR," kata Amali lewat keterangan tertulis, Sabtu, 3 Agustus 2019.
Amali menuturkan, ada perbedaan mendasar antara era ketika GBHN berlaku dan kondisi saat ini. Perbedaan mendasar tersebut ialah pemilihan presiden yang dulu dilakukan oleh MPR. Sehingga, lazim saja jika dulu MPR membekali presiden dengan GBHN untuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Presiden pun harus menyampaikan pertanggungjawaban kepada MPR.
Adapun sekarang, kata Amali, presiden dipilih langsung oleh rakyat. Presiden juga memiliki visi misinya sendiri yang telah dikampanyekan kepada publik. "Dulu kita pernah ada GBHN tapi yang harus diingat bahwa sistem pemilihan presiden itu melalui MPR, bukan langsung dipilih oleh rakyat seperti sekarang," ujarnya.
Maka dari itu, Amali menilai perlu ada kajian mendalam terhadap wacana pengaktifan GBHN ini. Dia juga meminta agenda perubahan disosialisasikan terlebih dulu ke berbagai kalangan.
Jika disepakati, Amali pun mewanti-wanti agar agenda amandemen ditetapkan sejak awal dan ada kepastian tak ada perubahan. "Harus mendapat jaminan supaya tidak ada agenda lain, tambahan yang tidak terencana, masuk di tengah jalan. Karena hal itu tidak bisa dihindarkan kalau amandemen sudah bergulir," kata anggota Komisi II ini.
MPR periode 2014-2019 tengah mengkaji draf amandemen terbatas terhadap UUD 1945 perubahan kelima. Tahun lalu, MPR membentuk panitia adhoc GBHN dan panitia adhoc non-GBHN untuk menyusun draf amandemen.
Ketua MPR Zulkifli Hasan sebelumnya mengatakan, draf GBHN itu telah rampung disusun dan didistribusikan kepada setiap fraksi untuk dipelajari. Mengingat masa kerja MPR bakal segera habis, pembahasan amandemen terbatas itu akan dilimpahkan ke periode selanjutnya.