Hari Anak Nasional: Predator di Sekolah Masih Hantui Orang Tua

Reporter

Friski Riana

Editor

Juli Hantoro

Senin, 22 Juli 2019 14:02 WIB

Ilustrasi siswa Sekolah Dasar. Dok.TEMPO/Fakhri Hermansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Peringatan Hari Anak Nasional masih dibayangi berbagai ancaman untuk anak-anak Indonesia. Salah satunya adalah ancaman predator di sekolah.

Ancaman itu membuat Feni Freycinetia, 31 tahun, harus teliti betul saat ingin menyekolahkan anak perempuannya ke pendidikan anak usia dini.

Hal itu dilakukannya mengingat banyak pemberitaan mengenai kasus kekerasan seksual di lingkungan sekolah baru-baru ini. Misalnya, kabar seorang guru agama yang mencabuli 8 siswi SDN 08 Ujan Mas, Desa Guci, Sumatera Selatan, dengan iming-iming uang Rp 2.000 hingga Rp 20 ribu. "Ini yang bikin gue mikir-mikir pas cari sekolah," katanya kepada Tempo, Ahad, 21 Juli 2019.

Dari berita yang dia baca, pelaku kekerasan seksual terhadap anak kerap dilakukan oleh orang terdekat, salah satunya guru di sekolah. Warga Condet, Jakarta Timur ini pun akan memastikan anaknya dididik oleh guru perempuan. "Gue usahakan buat anak usia dini, gurunya harus perempuan dan sekolah track record bagus."

Kekhawatiran yang sama turut dirasakan Icha Karissa. Warga Bekasi ini bahkan mengaku cukup protektif terhadap anak perempuannya yang masih berusia 1,5 tahun. Ia tak mengizinkan anaknya pergi ke luar rumah tanpa seizin dan pengawasan dirinya.

Advertising
Advertising

Wanita 27 tahun ini sadar betul betapa bahayanya masa depan anak-anak jika menjadi korban kekerasan seksual. Apalagi, kata dia, salah satu tetangganya baru-baru ini berurusan dengan polisi karena diduga melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak. "Apalagi aku punya anak perempuan kan. Kekhawatiran aku muncul," katanya.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Retno Listyarti, mengatakan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam mencegah anak menjadi korban kekerasan seksual.

Menurut Retno, salah satu upaya preventif yang bisa dilakukan orang tua ialah mengajarkan anaknya sejak dini tentang bagian tubuh yang tidak boleh disentuh siapapun. "Misalnya kalau perempuan itu tidak boleh disentuh payudara dan vagina. Kalau laki-laki dubur dan alat penis. Itu kan penting," kata Retno.

Retno juga meminta orang tua waspada terhadap berbagai kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan sekolah. Berdasarkan pengawasan KPAI terhadap berbagai kasus kekerasan seksual di dunia pendidikan menggambarkan bahwa sekolah menjadi tempat yang tidak aman dan nyaman bagi anak didik.

Berbagai kasus kekerasan seksual di sekolah yang terjadi selama 6 bulan terakhir menunjukkan modus pelaku yang beragam dan patut diwaspadai. Hal ini pun menjadi pekerjaan rumah di bidang pendidikan menjelang perayaan Hari Anak pada 23 Juli mendatang.

Menurut Retno, pelaku kekerasan seksual di lembaga pendidikan formal masih didominasi guru dan kepala sekolah. "Para guru dan kepala sekolah yang seharusnya menjadi teladan bagi para siswanya dan wajib menjunjung nilai moral dan agama, ternyata telah melakukan perbuatan bejat terhadap anak didik sendiri," ujarnya.

Dari hasil pengawasan KPAI sepanjang Januari-Juni 2019, kasus kekerasan seksual di Sekolah Dasar terjadi di 9 lokasi dengan jumlah korban mencapai 49 peserta didik baik anak laki-laki dan perempuan. Di tingkat Sekolah Menengah Pertama, kekerasan seksual terjadi di 4 lokasi dengan korban mencapai 24 peserta didik.

Modusnya antara lain pelaku mengajak anak korban menonton film berkonten pornografi di kelas saat jam istirahat, pelaku memberikan uang Rp 2.000 kepada anak korban asalkan mau dipeluk dan dicium.

Kemudian pelaku mengajari korban matematika saat pulang sekolah, pelaku menjanjikan nilai bagus dan uang Rp 5.000 kepada korban. Ada juga pelaku membelikan ponsel, pakaian, dan memberi uang jajan kepada korban. Pelaku juga mengancam korban memberikan nilai jelek jika menolak atau melaporkan perbuatan pelaku, dan pelaku memacari korban kemudian dibujuk rayu untuk melakukan persetubuhan.

Retno juga menyebutkan bahwa tempat kekerasan seksual terjadi di sekolah umumnya dilakukan di ruang kelas, ruang UKS, perpustakaan, laboratorium komputer, musala, dan halaman sekolah belakang.

Selain peran orang tua, Retno pun menuntut para guru untuk memiliki kepekaan terhadap peserta didiknya yang mengalami perubahan sikap. Ia juga mendorong agar terbentuknya sekolah ramah untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual. Pasalnya, kata Retno, selain korban enggan melaporkan, pihak sekolah juga kerap abai dengan peserta didik yang mengalami kekerasan seksual. "Nyatanya dari level SD sudah terjadi (kekerasan seksual). Karena itu kita cegah anak-anak jadi korban," kata Retno.

Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengaku keberatan jika guru selalu dipojokkan dan disalahkan. Ia meminta KPAI untuk memberikan data jelas, ketimbang menyalahkan guru. "PGRI itu mendorong profesionalisme dan memperjuangkan hak guru tapi sebenarnya ujungnya untuk kebaikan siswa. Jadi setop menuduh. Buktikan," kata Unifah.

Unifah menjelaskan bahwa PGRI juga peduli terhadap persoalan yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti kasus kekerasan seksual. Lebih jauh ia mengatakan bahwa organisasinya tidak memiliki dana untuk melakukan pelatihan terhadap guru. Namun, saat ini PGRI didukung organisasi guru dari 4 negara, yakni Swedia, Norwegia, Jepang, dan Australia untuk mengadakan pelatihan mengenai sekolah inklusif di 15 kabupaten kota.

"Di sekolah inklusif bagaimana sekolah yang bisa memberikan rasa nyaman pada anak dengan berbasis nondiskriminasi, tidak boleh ada sexual harassment. Itu real," ucapnya.

Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sukiman, mengatakan harus ada kolaborasi antara orang tua dan wali kelas secara intensif untuk mengatasi permasalahan peserta didik, khususnya bila mengalami kekerasan seksual.

"Salah satu yang terus kita upayakan bahwa pendidikan ini harus merupakan gawe bersama. Keterlibatan semua pihak. Ada sekolah, keluarga, dan masyarakat sama-sama kita peduli untuk melihat, bisa berpartisipasi di dalam mencegah," kata Sukiman.

Besok akan diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Berbagai masalah masih membayangi anak-anak di Indonesia. Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Generasi menyoroti semakin turunnya minat sekolah di kalangan anak-anak Indonesia. Mereka menemukan angka partisipasi kasar (APK) siswa yang bersekolah semakin menurun seiring meningkatnya jenjang pendidikan.

"Ini menandakan semakin banyak anak-anak yang tidak bersekolah dan tidak mampu meraih jenjang pendidikan lebih tinggi," kata Direktur Eksekutif LPA Generasi, Ena Nurjanah, dalam diskusi bertema 'PR Pendidikan di Hari Anak', di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu, 20 Juli 2019.

Berita terkait

Le Minerale Jadi Air Mineral Terpilih Pada Hari Anak Nasional 2023

1 Agustus 2023

Le Minerale Jadi Air Mineral Terpilih Pada Hari Anak Nasional 2023

Le Minerale memahami untuk membentuk generasi penerus bangsa yang gemilang

Baca Selengkapnya

Pesan Ganjar Pranowo untuk Cegah Perundungan Anak: Jogo Konco

24 Juli 2023

Pesan Ganjar Pranowo untuk Cegah Perundungan Anak: Jogo Konco

Menurut Ganjar Pranowo, nilai-nilai kebaikan ini harus diajarkan kepada anak-anak sejak dini.

Baca Selengkapnya

Hari Anak Nasional, Waktunya Perkuat Komitmen Akhiri Kekerasan Anak

22 Juli 2023

Hari Anak Nasional, Waktunya Perkuat Komitmen Akhiri Kekerasan Anak

Hari Anak Nasional harus menjadi momentum memperkuat komitmen untuk mengakhiri kekerasan anak, termasuk perundungan.

Baca Selengkapnya

Hari Anak Nasional, Ajak Keluarga Tingkatkan Ilmu Parenting

21 Juli 2023

Hari Anak Nasional, Ajak Keluarga Tingkatkan Ilmu Parenting

Good Doctor bekerja sama dengan Jakarta Escape Citypark gelar seminar parenting mengenai pola hidup sehat pada perayaan Hari Anak Nasional 2023.

Baca Selengkapnya

Hari Anak Nasional, Bupati Kediri Tekankan Pentingnya Stimulasi Kreativitas dan Keteladanan

24 November 2022

Hari Anak Nasional, Bupati Kediri Tekankan Pentingnya Stimulasi Kreativitas dan Keteladanan

Guru-guru dan pendidik yang ada di Kabupaten Kediri ini diminta untuk memberikan teladan.

Baca Selengkapnya

Mengenang Bu Kasur, Tokoh Pendidikan yang Berpulang 20 Tahun Lalu, Setiap Lagunya Tanpa Huruf R

22 Oktober 2022

Mengenang Bu Kasur, Tokoh Pendidikan yang Berpulang 20 Tahun Lalu, Setiap Lagunya Tanpa Huruf R

Tokoh pendidikan Bu Kasur pada 22 Oktober, 20 tahun lalu waf. Ia dan Pak kasur telah membuat lagu sekitar 150 anak-anak. Ini keunikan lagunya.

Baca Selengkapnya

Orang Tua Perlu Lebih Aktif dengan Ajak Anak Bermain Bersama

4 Agustus 2022

Orang Tua Perlu Lebih Aktif dengan Ajak Anak Bermain Bersama

Pentingnya para orang tua mengajak anak bermain bersama. Hal itu sederhana, namun memberikan dampak positif dalam jangka panjang.

Baca Selengkapnya

Ketika Alunan Sasando Tesa Mengalun ke Seluruh Negeri

4 Agustus 2022

Ketika Alunan Sasando Tesa Mengalun ke Seluruh Negeri

Tesa berbahagia dapat merayakan Hari Anak Nasional bersama anak-anak lain dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Kemeriahan Perayaan HAN 2022 dan Pesan Mensos

1 Agustus 2022

Kemeriahan Perayaan HAN 2022 dan Pesan Mensos

Permintaan yang menjadi domain Kemensos segera diproses. Kemensos juga menyerahkan bantuan ATENSI.

Baca Selengkapnya

Sepuluh Anak Berani Kreatif Pameran Gambar Lukisan di Gedung YPK Bandung

30 Juli 2022

Sepuluh Anak Berani Kreatif Pameran Gambar Lukisan di Gedung YPK Bandung

Pameran karya seniman cilik ini bisa terus membangun keberanian berkreasi, sehingga regenerasi perupa kian semarak.

Baca Selengkapnya