Ikut Tangani OTT Jaksa, Kejagung: Penegakan Hukum Bukan Kompetisi
Reporter
Fikri Arigi
Editor
Kukuh S. Wibowo
Rabu, 3 Juli 2019 15:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta-Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung Jan Samuel Maringka mengaku tak melakukan negosiasi dalam menangani kasus operasi tangkap tangangan dua jaksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Menurut Jamintel penanganan kasus OTT jaksa kerja sama tersebut merupakan sinergi antara kejaksaan dan KPK.
“Ini bukan negosiasi, jadi harus dipahami bahwa penegakan hukum ini bukan kompetisi. Saya sudah sampaikan berulang-ulang dalam konteks, kemarin juga penegakan hukum tidak dapat berjalan sendiri,” kata Jan dalam konferensi pers di Kantor Kejaksaan Agung, Jalan Panglima Polim, Jakarta, Rabu 3 Juli 2019.
Baca Juga: KPK Jelaskan Alasan Pulangkan Dua Jaksa Kejati DKI
Sebelumnya KPK memulangkan Kepala Subseksi Penuntutan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yadi Herdianto serta Kepala Seksi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum Direktorat Tindak Pidana Umum Lain Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Yuniar Sinar Pamungkas yang terjaring OTT.
Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, penanganan kasus tersebut memang diserahkan pada Kejagung. "Kami berikan kepada mereka untuk didalami, karena saat ekspose (gelar perkara) kami tidak bisa membuktikan," ujar Saut kepada Tempo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 1 Juli 2019.
Meski demikian, kata Saut, KPK akan tetap melakukan pengawasan terhadap Kejagung dalam pendalaman perkara ini. Komisi antirasuah juga memberitahukan aspek apa saja yang perlu ditelusuri oleh Korps Adhyaksa.
Jan Maringka berujar, Kejaksaan bersinergi dengan KPK bukan hanya dalam pendalaman saja. Menurut dia, Kejaksaan memulangkan jaksa dari Bandara Halim Perdanakusuma. Selain itu Kejaksaan pula yang menyerahkan Asisten Tindak Pidana Umum Agus Winoto. “Ini justru menunjukkan kami ingin memudahkan proses pemeriksaan. Kalau kami mau tarik-menarik, maka ini bakal menjadi sulit,” tuturnya.
KPK menangkap Yadi dan Yuniar pada Jumat pekan lalu. Yadi ditangkap di Kejaksaan Tinggi DKI. Dari tangan Yadi disita uang sebesar Sin$ 8.100 yang belum dijelaskan sumbernya. Berikutnya, KPK dan tim Kejaksaan menangkap Yuniar di Bandara Halim Perdanakusuma. Komisi antikorupsi juga menyita uang senilai Sin$ 20.874 dan US$ 700 dari Yuniar.
Kasus bermula saat seseorang bernama Sendy Perico melaporkan pihak lain yang menipu dan melarikan uang investasinya sebesar Rp 11 miliar ke Kejaksaan. Setelah perkara masuk ke pengadilan dan sebelum tuntutan dibacakan, Sendy dan pengacaranya, Alvin Suherman, menyiapkan uang untuk diserahkan kepada jaksa demi memperberat tuntutan pihak yang menipunya.
Simak Juga: KPK Anggap Dua Jaksa Kejati DKI Tak Layak Jadi Tersangka
Namun, di tengah proses persidangan, Sendy dan pihak yang dituntutnya sepakat untuk berdamai. Karena itu, ia ingin agar orang yang ia tuntut dihukum ringan. Nota perdamaian dan duit Rp 200 juta pun menjadi syarat untuk mengakali tuntutan jaksa. KPK menduga melalui Alvin, Sendy memberikan uang itu kepada Yadi Herdianto di pusat perbelanjaan di Jakarta Utara. Yadi kemudian diduga membawa uang itu ke Kejati DKI.
“Dari dia, uang diduga diberikan kepada AGW (Agus) sebagai Aspidum, yang memiliki kewenangan untuk menyetujui rencana penuntutan dalam kasus ini," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Sabtu, 29 Juni 2019.