Kekuatan Oposisi Penting bagi Negara Demokrasi
Sabtu, 29 Juni 2019 09:03 WIB
INFO NASIONAL — Anggota Fraksi PDI Perjuangan MPR RI Masinton Pasaribu, mengingatkan bahwa dalam sistem demokrasi kekuatan oposisi sangatlah penting. Menurutnya, keberadaan oposisi dibutuhkan untuk melakukan kontrol dan pengawasan terhadap pemerintah, sehingga kemungkinan munculnya sikap kesewenangan penguasa bisa diminimalisasi.
Keberadaan kelompok oposisi di lembaga legislatif akan menghindarkan munculnya anggapan bahwa DPR RI hanya berfungsi sebagai stempel. “Karena itu, kekuatan oposisi di DPR sangat penting dan dibutuhkan agar fungsi pengawasan lembaga legislatif bisa benar-benar berjalan sesuai harapan,” ujar Masinton saat menyampaikan pendapatnya pada Dialog Empat Pilar di Media Center MPR/DPR/DPD RI, Jumat, 28 Juni 2019. Diskusi bertema "Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Pasca Kontestasi Politik 2019" itu juga menghadirkan dua pembicara lainnya, yaitu Wakil Ketua Fraksi PPP MPR RI, Syaifullah Tamliha, serta Juru Bicara Badan Intelejen Negara Wawan Hari Purwanto.
Pada kesempatan itu, Masinton juga mengatakan selesainya sidang sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) menjadi akhir dari perjalanan panjang pemilu 2019. Kini, semua pihak harus menurunkan suhu politik dan merajut kembali persatuan akibat adanya polarisasi selama berlangsungnya kontestasi pemilu.
“Tugas pemenang adalah merangkul, menjalin kembali polarisasi yang sempat terjadi selama ini. Para elit harus bisa menjadi penenang bagi masyarakat sekaligus penyejuk. Itu agar perselisihan dan pengelompokan yang sempat terjadi tidak memanas,” kata Masinton.
Salah satu cara yang bisa ditempuh oleh pemenang untuk menghilangkan konflik berkepanjangan, menurut Masinton, adalah pembagian kekuasaan. Ini penting karena sesungguhnya Indonesia ini sangat majemuk, sehingga tidak bisa diatur dengan cara menang-menangan, tetapi harus ada power sharing.
Pendapat serupa disampaikan Wakil Ketua Fraksi PPP MPR RI, Syaifullah Tamliha. Politisi asal Kalimantan Selatan ini berharap elit politik ikut berkontribusi menjalin persatuan dan kesatuan. Hal itu bertujuan agar perpecahan yang sempat terjadi selama kontestasi pemilu bisa akur kembali.
“Negara yang majemuk seperti Indonesia membutuhkan pemimpin yang kuat, didukung seluruh rakyatnya. Sejarah membuktikan, Irak yang hanya terdiri dari tiga kelompok, yaitu Kurdi, Suni, dan Syiah, hancur setelah Sadam lengser. Karena itu, kita butuh presiden yang baru terpilih mendapat dukungan dari seluruh rakyat,” ucap Syaifullah.
Melihat resistensi yang terjadi selama proses pemilu, menurut Syaifullah, MPR perlu membuka peluang pembahasan rumusan masa jabatan presiden. Daripada memakai masa jabatan selama lima tahun dan setelah itu bisa dipilih kembali, lebih baik masa jabatan presiden hanya sekali selama delapan tahun.
“Kita perlu mengembalikan MPR menjadi lembaga tertinggi negara, seperti yang ada di negara-negara lain di seluruh dunia. Dengan begitu MPR bisa menyeleksi calon presiden dan wakilnya. Juga menetapkan visi misi agar dijabarkan menjadi program pembangunan oleh presiden terpilih,” kata Syaifullah lagi.
Sedangkan Juru Bicara BIN Wawan Hari Purwanto, percaya Indonesia tidak akan terpecah belah seperti yang dikhawatirkan sebagian anggota masyarakat. Menurut Wawan, rakyat Indonesia adalah masyarakat yang sangat maju, sebagaimana majunya kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.
Bahkan, saat ini saja, banyak masyarakat Indonesia yang berprestasi di luar negeri, baik di bidang ilmu pengetahuan maupun ekonomi. Mereka mampu menjuarai berbagai kejuaraan tingkat dunia. Mereka juga menempati posisi strategis diberbagai perusahan di luar negeri. (*)