Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjabat tangan petugas polisi yang bertugas mengamankan kawasan sekitar Kantor Bawaslu RI di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Jumat 24 Mei 2019 malam. Menurut Gubernur Anies, kondisi keamanan Ibukota semakin kondusif pada hari kedua setelah kericuhan Aksi 22 Mei pada Rabu (22/5). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
TEMPO.CO, Jakarta-Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf merasa tersindir oleh pernyataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebut bahwa dia bukan pejabat yang suka menangkap orang-orang yang mengkritiknya. TKN menganggap sindiran Anies tersebut dialamatkan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Pak Anies sebagai pemimpin seharusnya dapat membedakan mana kritik, mana fitnah dan mana ujaran kebencian," ujar juru bicara TKN Jokowi-Ma’ruf, Ace Hasan Syadzily, lewat keterangan tertulisnya, Senin, 27 Mei 2019.
Dalam negara demokrasi manapun, ujar Ace, kritik jelas berbeda dengan fitnah dan ujaran kebecian. "Saya yakin Pak Jokowi sangat terbuka dengan kritik. Kritik yang substantif jelas menyehatkan demokrasi karena akan bisa menjadi suplemen untuk memperbaiki kebijakan," ujar politikus Partai Golkar itu.
Ace mengatakan kewenangan menangkap pelaku penyebar fitnah dan ujaran kebencian merupakan ranah penegak hukum. Tidak mungkin penegak hukum menangkap seseorang kalau memang tidak cukup bukti. "Pemimpin yang tidak bisa membedakan antara kritik dan ujaran kebencian bisa diindikasi dia sedang tebar pesona," ujar Ace.
Sebelumnya, Anies Baswedan berujar bahwa dia bukan pejabat yang anti-kritik. Hal itu disampaikannya ketika ditanya ihwal petisi online yang memintanya mundur dari kursi DKI 1. Anies menyebut dirinya siap menjadi alamat caci maki masyarakat dan kemudian menyindir pejabat-pejabat yang dinilainya tidak bisa menerima kritik.
"Saya enggak pernah menangkap orang yang mengkritik saya, sama sekali," ujar Anies Baswedan di Kawasan GBK, Jakarta Pusat, Ahad sore, 26 Mei 2019.