Wiranto Cerita Alasan Bentuk Tim Asistensi Hukum: Cium Bau Makar
Reporter
Dewi Nurita
Editor
Syailendra Persada
Jumat, 17 Mei 2019 08:17 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Meski mengaku cuek bebek, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto rupanya jengah dengan berbagai kritikan terhadap tim asistensi hukum bentukannya. Ia pun kemudian menjelaskan alasan dirinya membentuk tim tersebut, dalam acara Rapat Koordinasi Tim Terpadu Penanganan Konflik Sosial tahun 2019 di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019.
Baca: Wiranto Perintahkan Pangdam dan Kapolda Cegah Massa ke Jakarta
Pertama, kata Wiranto, tim tersebut awalnya dibentuk karena banyaknya tokoh yang menyampaikan hasutan lewat media sosial dan memprovokasi masyarakat untuk turun ke jalan saat pengumuman rekapitulasi nasional KPU pada 22 Mei mendatang.
"Sebelum pengumuman itu (hasil rekapitulasi nasional), ada indikasi yang cukup kritis, yang perlu kami ketahui dan kami netralisir," ujar Wiranto di Hotel Grand Paragon, Jakarta, Kamis, 16 Mei 2019.
Bahkan, Wiranto menyebut indikasi kritis itu dibayang-bayangi adanya kemungkinan konflik sosial yang akan timbul. "Kita enggak usah sembunyi-sembunyilah, ada ancaman-ancaman. Ada tokoh yang mengatakan, nanti kalau kalah, tidak usah lapor MK. People Power. Kan begitu," ujar Wiranto.
Selain itu, kata dia, adapula tokoh yang menyebut negara ini sudah bobrok, sehingga tidak bisa diselamatkan dengan cara-cara yang konstitusional, melainkan hanya bisa diselamatkan dengan cara revolusi.
"Ada yang bilang lagi, saya perlu darahnya presiden, disembelih. Ini lebih gila lagi. Yang gini-gini masuk medsos membangun opini publik. Digambarkan lagi akan menduduki KPU," ujar Wiranto. Ia memastikan ancaman-ancaman itu tidak terjadi pada 22 Mei mendatang.
Baca: Tim Asistensi Hukum Dikritik, Wiranto: Saya Cuek Bebek Saja
Dia menyebut, dalam proses demokrasi ini, pemerintah berupaya mencegah terjadinya rencana pembangkangan terhadap hukum. Sebab, selalu ada aturan main dalam setiap pertandingan.
Wiranto kemudian menjelaskan bahwa kasus pidana makar, berbeda dengan kasus pidana biasa, sehingga tak perlu menunggu tindakan makar terjadi, baru pelakunya ditangkap. Dengan kata lain, ujar dia, merencanakan makar sudah bisa masuk ranah pidana. Seperti halnya diatur dalam putusan MK Nomor 7/PUU-XV/2017 yang mengatur bahwa dalam pidana makar, konstruksinya tidak perlu sempurna.
"Jadi, kalau sudah merencanakan, menghasut, dan mempersiapkan (makar) itu sudah masuk (pidana). Lho kalau sudah terjadi makar, negara bubar (baru pelaku dipidana) yang nangkap sopo? Yang adili siapa? yang usut siapa?," ujar Wiranto.
Wiranto mengklaim tim asistensi hukum bentukannya itu membantu langkah hukum dugaan kasus makar menjadi jelas. "Terbukti sekarang Eggi Sudjana bisa kita proses hukum, Kivlan Zen, Permadi lagi nunggu, siapa lagi? Makanya kalau enggak mau berhubungan dengan polisi, jangan ngomong macem-macem. Kalau udah berurusan, baru mengelak, tapi udah tersebar omongannya dimana-mana," ujar Wiranto.
Sejumlah aktivis dan pengamat hukum mengkritik tim bentukan Wiranto itu mirip Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib era orde baru, yang berupaya mengekang kebebasan berbicara dan berupaya mengintervensi hukum.
Sementara, menurut Wiranto tim ini justru dibentuk untuk mencegah agar pemerintah tidak disebut sewenang-wenang dan ikut campur dalam proses hukum. "Kan banyak yang menuduh Pak Jokowi diktator, untuk itu Pak Wiranto minta tolong pakar hukum menelaah, melakukan proses analisis mana kasus yang termasuk melanggar hukum, bukan menginvestigasi," ujar dia.
Baca: KontraS Desak Wiranto Urungkan Rencana Tim Pengkaji Ucapan Tokoh
Wiranto mengklaim, pendapat tim bentukannya itu sangat independen dan tidak mesti ditaati, hanya melengkapi pertimbangan polisi apakah kasus tersebut masuk pidana atau tidak.