Ajukan Praperadilan, Pengacara Romahurmuziy Soroti Penyadapan
Reporter
Tempo.co
Editor
Syailendra Persada
Senin, 6 Mei 2019 13:30 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara mantan Ketua Umum PPP, Romahurmuziy atau Rommy, Maqdir Ismail, menyebut penetapan tersangka kliennya tidak sah. "Seharusnya tidak ada operasi tangkap tangan seperti ini. Kalau berhubungan dengan gratifikasi, seharusnya orang diberi kesempatan untuk melapor ke KPK," kata Maqdir seusai sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 6 Mei 2019.
Baca: Pemeriksaan di KPK, Romahurmuziy Semangati KPU
Rommy mengajukan praperadilan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dia sebagai tersangka dugaan jual beli jabatan di Kementerian Agama. KPK menyangka mantan Ketua Umum PPP itu menerima suap dengan total Rp 300 juta dari Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Kakanwil Kemenag Gresik Muafaq Wirahadi. Suap diduga diberikan untuk mempengaruhi penunjukan keduanya sebagai pejabat Kemenag.
Maqdir juga mempersoalkan dugaan penyadapan oleh KPK kepada kliennya yang dilakukan tanpa surat perintah pengadilan. "Ada penyadapan KPK tanpa surat perintah. Kami dapat informasi sehubungan dengan percakapan pada 6 Februari 2019. Percakapan ini sempat ditanyakan ke Rommy, namun kami menduga penyadapan dilakukan tanpa surat perintah," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan kepada mantan anggota DPR komisi 11 itu, tidak ada konfirmasi tentang hasil penyadapan tersebut. "Berarti ada penyadapan kepada orang lain, atau ada perintah penyelidikan terhadap perkara orang lain untuk menangkap Rommy," kata Maqdir.
Dalam pembacaan permohonan, Maqdir juga mengatakan bahwa penyelidikan terhadap Rommy adalah tindakan prematur. "Kami meminta KPK untuk memberi Rommy kesempatan dalam menjalankan hak asasinya guna melaporkan apa yang diterimanya," ujar dia.
Simak juga: Pembantaran Dicabut, Romahurmuziy Kembali Masuk Tahanan KPK
Maqdir kemudian menegaskan bahwa keputusan dan penetapan, termasuk surat penangkapan dan penyitaan lebih lanjut adalah tidak sah. "Ini concern terbesar kami. Ini yang merusak sistem hukum kita dan harus diperbaiki," ujarnya.