Kritik Visi HAM Prabowo, Amnesty Internasional: Tidak Meyakinkan
Reporter
Ryan Dwiky Anggriawan
Editor
Syailendra Persada
Rabu, 20 Februari 2019 18:19 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid, menilai visi-misi pasangan calon Prabowo Subianto - Sandiaga Uno dalam bidang penegakan HAM kurang dipersiapkan dengan baik.
Baca: Moeldoko Bilang Negara Tidak Akan Tarik Lahan Prabowo, Sebab...
Menurut Usman, belum ada jawaban yang meyakinkan dari kubu Prabowo saat ditanya beberapa persoalan kasus-kasus HAM seperti penculikan dan penghilangan aktivis, peristiwa Talangsari, peristiwa Tanjung Priok, peristiwa Trisakti, kasus '65, konflik Papua, dan Aceh.
"Yang kedua, dari sisi perlindungan perempuan, termasuk di wilayah konflik seperti di Papua, itu juga tidak cukup meyakinkan. Bahkan Komnas perlindungan anak (KPAI) menggaris bawahi tidak adanya perhatian cukup serius pada soal hak asasi anak," kata Usman seusai acara bedah visi-misi HAM Prabowo - Sandiaga di gedung Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 20 Februari 2019. Acara itu turut dihadiri perwakilan dari Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Usman lalu menyinggung soal pemaparan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo - Sandiaga soal visi-misinya dalam bidang HAM di acara itu. Dalam pemaparannya, kubu Prabowo yang diwakili Ansori Sinungan dan Habiburokhman banyak menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan akan menjanjikan perubahan.
Dalam pemaparannya, Ansori dan Habiburokhman banyak mengkritik pemerintahan Jokowi yang menurut mereka telah mengkriminalisasi pihak-pihak oposisi. Usman setuju dengan kritik tersebut dengan mengatakan pemerintahan Jokowi melalui Kejaksaan dan Kepolisian telah melakukan pembatasan kebebasan masyarakat untuk mengkritik.
"Kritik-kritiknya cukup valid, tapi juga tidak diikuti dengan penjelasan yang meyakinkan," kata Usman. "Namun demikian, apakah di bawah pemerintahan Prabowo, seandainya terpilih, akan berbeda sikap pemerintah?"
Ia lalu mencontohkan kondisi negara saat Jokowi baru terpilih 2014 lalu. Saat itu, kata Usman, kubu Prabowo menjadi mayoritas di parlemen, baik di pusat maupun provinsi-provinsi. Menurut Usman, kubu Prabowo saat itu telah mengambil tindakan yang tak menghormati masyarakat dalam urusan pemilihan kepala daerah secara langsung.
Simak juga: Tiga LSM Minta soal HGU Prabowo Tak Dijadikan Dagangan Politik
"Prabowo sendiri dalam beberapa pidatonya memiliki aspirasi yang justru akan menghilangkan hak pilih langsung dari masyarakat untuk menentukan siapa presiden dan wakil presiden dengan menggunakan contoh demokrasi di Inggris, misalnya itu," kata dia.