Dua orang pelaku teror bom di rumah anggota penyidik empat tahun yang lalu terekam CCTV, dalam konferensi pers teror terhadap pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019. Video ini baru dibuka ke publik oleh Wadah Pegawai KPK atas teror terhadap pimpinan KPK,menyusul teror bom di kediaman Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakilnya Laode M Syarif. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta-Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menduga teror bom ke rumah dua pimpinan KPK, Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, punya korelasi dengan kasus teror ke KPK lainnya.
"Teror ke pimpinan hari ini adalah satu kesatuan utuh rangkaian teror terhadap pejabat dan pegawai KPK yang sampai saat ini tak kunjung terungkap," kata Ketua WP KPK, Yudi Purnomo, di kantornya, Rabu, 9 Januari 2019.
Rabu pagi, rumah Pimpinan KPK Laode M. Syarif dilempari dua buah botol yang diduga bom molotov. Botol pertama tidak pecah, sementara yang kedua pecah dan terbakar, namun tidak besar.
Sedangkan di rumah Agus Rahardjo, petugas keamanan rumah menemukan benda diduga bom tergeletak di depan rumah. Saat kejadian, Agus sedang tidak ada di rumah. Menurut Agus, bentuk teror itu berupa paralon yang dibungkus menyerupai bom.
Menurut Yudi, teror terhadap 2 pimpinan KPK dan pegawai KPK diduga terkait lantaran kemiripan antara satu kasus dengan kasus lainnya. Dia mengatakan kemiripan itu ada pada jumlah pelaku. Teror ke rumah Agus dan Laode dilakukan dua orang. Hal yang sama terjadi saat penyerangan terhadap penyidik senior Novel Baswedan pada 2017 dan teror ke rumah penyidik Afief Yulian Miftach pada pertengahan 2015.
Selain itu, Yudi mengatakan kemiripan di tiga kasus itu juga dapat dilihat dari modus teror, yakni menggunakan bom dan air keras. Rumah Afief di Jakamulya, Bekasi, pernah disatroni dua pria tak dikenal.
Keduanya kemudian meletakkan sebuah bungkusan mirip bom. Kap mobil Afief, yang diparkir di halaman rumah, juga pernah melepuh karena disiram air keras. Teror kepada pimpinan dilakukan dengan cara yang sama yakni dengan bingkisan bom. Sementara Novel diserang dengan siraman air keras.
"Jadi dari sini kami menarik hipotesis sementara bisa jadi ini adalah orang dan jaringan yang sama, tapi karena tidak terungkap mereka terus melakukan tindakan untuk meneror penyidik KPK," kata Yudi.
Yudi mengatakan teror itu harus diungkap. Dia khawatir akan ada teror lainnya ke KPK bila kasus ini tak terungkap. Dia meminta presiden menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan berkomitmen mengungkap kasus ini. "Kami yakin ini bukanlah yang terakhir, jika ini tidak terungkap," katanya.