Tsunami Selat Sunda, Cerita Koki yang Selamat Berkat Kabel AC
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Juli Hantoro
Senin, 24 Desember 2018 05:15 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Joni Priantoro masih sibuk menyiapkan makan malam pada Sabtu, 22 Desember 2018. Koki di Beach Hotel Tanjung Lesung itu hibuk karena harus menyiapkan makan untuk tetamu yang tengah menginap di sana. Kesibukan itu terjadi hanya beberapa jam sebelum tsunami Selat Sunda menerjang kawasan itu.
Baca juga: Tsunami Selat Sunda, BMKG Sarankan Warga Tak Dekati Pantai
Ia mengatakan harus menyiapkan makan malam untuk 108 tamu. Sebanyak 60 orang di antaranya merupakan tamu dari Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Kelar melaksanakan tugasnya sebagai penyaji makanan, Joni beberes. Ia mengingat, pekerjaannya kelar pukul 21.30 WIB. Belum juga istirahat, laki-laki bersuara medok itu mendengar suara gemuruh yang sangat keras dari arah laut.
Seketika itu, orang-orang berteriak dan tampak berlarian. Mereka berseru "tsunami.... tsunami". Joni yang panik lantas ikut berlari. Tak sampai hitungan menit, air tiba-tiba mengempas. Keadaan gelap gulita. Suara jeritan pun makin kencang.
"Air menyambar cepat. Saya hanya ingat berpegangan kabel itu," kata Joni kepada Tempo, Ahad petang, 23 Desember 2018, di Kelurahan Cikadu, Banten.
Joni berada di balik kontainer. Ia memegang erat kabel AC. Tiba-tiba, seseorang datang memegang kakinya. Suara memelas terdengar tak lama kemudian. "Saya ikut ya, Mas," katanya, menirukan suara itu. Joni tak dapat mendeteksi siapa yang mengajaknya bicara. Sebab, kondisi malam itu gulita. Tak ada penerangan sedikit pun.
Dalam kondisi tergulung ombak, Joni hampir saja tertimpa container. Sebuah bilik besi melayang di atas tubuhnya. Ia tak sadar selama sekian detik. Kala membuka mata, tiba-tiba Joni telah berada di pinggir jalan aspal.
"Saya buka mata, baju saya basah, tapi saya selamat," katanya, mengenang. Selepas sadar benar, Joni langsung mengevakuasi diri ke tempat lebih tinggi. Ia berlari melewati hutan tanpa alas kaki.
Baca juga: Tsunami di Pantai Anyer Diduga Akibat Erupsi Gunung Anak Krakatau
Tak ada pikiran lain selain menyelamatkan diri kala itu. Joni lantas menuju Kelurahan Cikadu, Tanjung Lesung. Desa beradius 7 kilometer dari kawasan pesisir itu dianggap sebagai tempat paling aman. Sebab, daerahnya berada di ketinggian.
Tsunami Selat Sunda yang menggulung kawasan pesisir Banten dan Lampung menyebabkan 222 orang meninggal. Korban terbanyak terjadi di kawasan wisata Tanjung Lesung. Malam itu, kebetulan ada acara family gathering juga dari PT PLN. Mereka tengah asik menyaksikan band Seventeen di atas panggung saat tsunami menerjang.