Emil Salim: Indonesia Hilang pada 2045 karena Perubahan Iklim
Reporter
Untung Widyanto
Editor
Untung Widyanto
Sabtu, 22 Desember 2018 14:43 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim memprediksi Indonesia akan hilang atau tenggelam pada tahun 2045 jika saat ini tidak serius menangani perubahan iklim.
“Kalau kita tidak sungguh-sungguh mengubah pola dan cara pembangunan yang saat ini berjalan business as usual, maka pada tahun 2045 Indonesia akan tenggelam, akan hilang. Sebaliknya, jika serius mengubahnya, Indonesia akan jaya,” kata Emil, pensiunan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Baca juga: Kritik Proyek Kereta Cepat, Emil Salim: di Mana Prioritasnya?
Pernyataan Emil Salim itu disampaikan pada konferensi internasional bertajuk Climate Finance and Policy for Paris Agreement yang diadakan Jaringan Ahli Perubahan Iklim Indonesia (APIK) di Jakarta,19 Desember 2018.
Emil Salim mengutip laporan Badan PBB Panel Internasional tentang Perubahan Iklim (IPCC) yang dirilis 8 Oktober 2018 yang menggambarkan skenario kondisi Bumi jika suhu naik 1,5 derajat Celcius (1,5 ºC) dan 2 derajat Celcius (2 ºC).
Perbedaan setengah derajat Celcius itu berpotensi mencegah ratusan juta orang dari kemiskinan. Pada pemanasan global 1,5 C, kawasan es abadi Arktik setiap 100 tahun akan mengalami musim panas sehingga semua es dapat meleleh. Pada pemanasan 2 ºC, resiko itu meningkat menjadi satu kali setiap sepuluh tahun.
Di bawah skenario 2 ºC, kenaikan permukaan laut diperkirakan 10 cm lebih tinggi daripada di bawah skenario 1,5 ºC. Perubahan iklim yang disebabkan manusia telah mengakibatkan pemanasan global sekitar 1 derajat Celcius. IPCC menekankan bahwa konsekuensi pemanasan global itu terlihat khususnya dalam bentuk cuaca ekstrem.
Emil Salim menjelaskan negara-negara kepulauan seperti Indonesia, Filipina, Maladewa dan negara-negara kecil di Samudra Pasifik menjadi korban terbesar dan menderita paling parah dari perubahan iklim.
Apalagi Indonesia letaknya dekat dengan Kutub Selatan. Jika es di kutub mencair, permukaan air laut meningkat sehingga sungai-sungai menjadi tertutup. Banjir rob menenggelamkan jutaan penduduk yang tinggal di pesisir Indonesia, kata Emil, seperti di Jakarta, Semarang, dan kota besar serta kecil lainnya.
“Pada peringatan 100 tahun Kemerdekaan Indonesia, kita akan tenggelam jika tidak mengubah pola pembangunan sejak sekarang,” ujar Emil Salim.
Sejak sepuluh tahun terakhir ini banjir rob selalu melanda beberapa kelurahan di Jakarta Utara, pesisir Semarang, Pekalongan dan Demak. Dukuh Rejosari dan Tambaksari di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak tenggelam oleh air laut dan tidak bisa dihuni lagi.
Baca juga: Banjir Rob Menggenangi 15 Kelurahan di Pekalongan
Apa yang disampaikan Emil Salim diucapkan juga oleh mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Al Gore , di Paviliun Indonesia di sela-sela Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim 2018 (COP24) di Katowice, Polandia, 14 Desember 2018.
“Akibat pemanasan global, 95% es di Arktik mencair, imbasnya permukaan air laut naik, ribuan pulau di Indonesia termasuk Jakarta terancam tenggelam, bersama dengan New York, Mumbai, Bangladesh, bahkan Miami," kata Gore, penerima Nobel Perdamaian tahun 2007.
Gore menjelaskan manusia memiliki political will (keinginan politik) untuk mengubah krisis iklim yang terjadi saat ini. Dia mendesak adanya percepatan perbaikan lingkungan di tengah naiknya suhu permukaan Bumi satu derajat Celcius.
Menurut Emil Salim untuk mencegah Indonesia hilang dan tenggelam pada 2045 maka harus mengubah pola dan praktek pembangunan sejak saat ini. “Kita harus bela rakyat kita dan kerja mati-matian,” ujarnya penuh semangat.
Emil Salim menilai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang disusun Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah mengubah pola pembangunan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brojonegoro memang mengatakan hal ini akan menjadi RPJMN pertama yang mengusung pembangunan rendah karbon (low carbon development/LCD) sepanjang sejarah Indonesia.
Ini bagian dari rencana pembangunan lima tahun ke jalan jangka panjang untuk mencapai Indonesia sejahtera pada 2045. Indonesia juga berkomitmen untuk meraih tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG) 2030, termasuk mengurangi emisi gas green rumah sebagai tujuan SDG yang ke-13.
Jalan kejayaan dan pelestarian Indonesia, kata Emil Salim, akan terbuka dengan cara mengubah pola dan cara pembangunanan.
Emil Salim menjelaskan tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mendamaikan ekonomi yang riil atau nyata dengan ekonomi yang ideal dari pembangunan berkelanjutan.
“Riil ekonomi masih melihat batu bara dan kelapa sawit sangat menguntungkan. Tidak memasukan biaya lingkuingan. Kalau cost lingkungannya hancur tak jadi soal karena tidak dipikul oleh pengusaha tersebut,” ujar Emil Salim.
Simak juga: Air Pasang, Banjir Rob Rendam Kampung Nelayan di Penjaringan
.
Menurut dia, jika Indonesia tidak ingin tenggelam atau hilang pada 2045 maka penggunaan batu bara untuk sumber energi harus dihentikan sejak sekarang. “Kita beralih ke energi terbarukan.”
Selain itu, perkebunan sawit di lahan gambut harus dicabut dan lahannya harus direstorasi. “Bapak-bapak yang pro sawit boleh saja menanam, tapi jangan di tanah gambut. Kalau tetap memaksa, berarti mengingkari garis kebijakan RPJMN yang 2020-2024 yang mengusung pembangunan rendah karbon,” ujar Emil Salim.