DPR Diminta Segera Selesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Reporter
Syafiul Hadi
Editor
Amirullah
Kamis, 29 November 2018 15:40 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau biasa disapa Yenny Wahid meminta DPR segera menyelesaikan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual. Menurut putri Presiden Keempat RI Abdurrahman Wahid itu, RUU PKS merupakan kebutuhan yang mendesak untuk diselesaikan.
Baca: Maju Mundur Pembahasan RUU PKS
"Salah satu PR-nya agar Undang-undang itu bisa memberikan dasar hukum perlindungan bagi perempuan yang lebih baik," ujar Yenny di Markas Besar Angkatan Darat, Jakarta, Kamis, 29 November 2018.
Menurut Yenny, RUU PKS menjadi kebutuhan mendesak terlihat dari beberapa kasus yang muncul selama ini. Salah satunya, ucap dia, adalah kasus Baiq Nuril yang menjadi tersangka karena telah menyebarkan menyebarkan percakapan asusila Kepala SMAN 7 Mataram. "Kasus seperti Baiq itu kan puncak gunung es, tetapi kasus-kasus lainnya kan banyak sekali," katanya.
Yenny mengatakan RUU PKS harus segera rampung sebab sudah banyak sekali kasus kekerasan seksual, baik fisik maupun verbal yang menimpa perempuan. Hal itu, kata dia, terbukti dari rilis data Komisi Nasional Perempuan yang menyebut banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan ini. "Dengan melihat kasus yang begitu banyak terjadi, ini jadi kebutuhan mendesak," ucapnya.
Baca: Pemerintah Tak Punya Regulasi untuk Kekerasan Seksual di Kampus
Sebelumnya, pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Komisi VIII DPR berjalan lamban sejak ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR pada Februari 2017. Sudah hampir dua tahun berjalan, panitia kerja RUU PKS masih berkutat menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU).
Komnas Perempuan bersama sejumlah aktivis perempuan juga mendesak DPR dan pemerintah untuk segera membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Mereka menilai kekerasan seksual di Indonesia sudah darurat.
"Tahun 2012 kita sudah sampaikan ke publik bahwa dalam 10 tahun, 2001-2011 ternyata di Indonesia itu setiap hari 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual," kata Komisioner Komnas Perempuan, Azriana beberapa waktu lalu.
SYAFIUL HADI | FRISKI RIANA