Muka Tanah yang Turun Setelah Gempa dan Tsunami Palu
Reporter
M Yusuf Manurung
Editor
Syailendra Persada
Sabtu, 24 November 2018 06:24 WIB
TEMPO.CO, Palu - Dua bulan berlalu sejak tsunami Palu, wajah kota itu belum banyak berbenah. Belasan kapal nelayan masih teronggok di atap rumah-rumah yang ada di sekitar Pantai Pantoloan, Kota Palu. "Sekarang belum ada kerjaan. Paling bersih-bersih puing-puing rumah," kata seorang nelayan, Candra, Kamis, 22 November 2018.
Baca: Ahli ITB: Tsunami Palu Datang dari Berbagai Arah
Pasar Senja di Pantoloan, tempat warga membeli ikan, rata dengan tanah. Namun, pasar ini masih sepi karena nelayan seperti Candra belum bisa melaut.
Sementara itu, reruntuhan bangunan, anjungan patah, badan jalan ambles, dan pepohonan kering yang terendam masih berserakan di sekitar Pantai Taliase, 50 menit dari Pantai Pantoloan. Pantai Taliase merupakan pintu masuk ketika tsunami menghantam Palu akhir September lalu.
Tak ada lagi anjungan dan tanggul, kini masyarakat hanya bisa menyaksikan Pantai Talise dari atas kendaraan saat melintas. Jika laut pasang pada sore hari, air meluap hingga seratus meter dari bibir menutup Jalan Cumi-cumi, membanjiri bekas ruko, dan memakan satu ruas Jalan Diponegoro.
"Dulu walau musim ombak sekali pun air tidak naik sampai atas" kata salah seorang warga Palu, Darwis kepada Tempo, Kamis, 22 November 2018.
Di Jalan Cut Mutia yang kini tergenang air, delapan tiang besi muncul. Menurut Darwis, tiang itu merupakan penyangga dermaga lama yang sudah lama tertimbun.
Garis Pantai Talise, dan pesisir pantai lain di Teluk Palu berubah. Lindu berkekuatan 7,4 skala richter pada Jumat, 29 September 2018 yang diikuti tsunami dan likuifaksi diduga menurunkan permukaan tanah.
Akibat bencana ini, korban meninggal terbanyak ditemukan di Kota Palu sebanyak 1.703 orang, Kabupaten Donggala 171 orang, Kabupaten Sigi 366 orang, Kabupaten Parigi Moutong 15 orang, dan Pasangkayu, Sulawesi Barat satu orang.
Sementara itu, sebanyak 1.309 orang dilaporkan hilang dan 4.612 orang luka-luka serta 223.751 orang mengungsi yang tersebar di 122 titik pengungsian.
Simak kelanjutannya: Apa kata peneliti BNPT soal perubahan bibir pantai di Palu?
<!--more-->
Peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Widjo Kongko, mengatakan muka tanah di Palu turun bahkan ada yang sampai 1,5 meter. Namun, antara gempa, tsunami, atau likuifaksi yang menjadi sebabnya, belum bisa dipastikan.
Di pesisir, penurunan terjadi dari Pantai Talise sampai Mamboro. Di Donggala dan sekitarnya tanah justru naik. Sementara di Pantoloan, muka tanah tak berubah. "Talise kelihatannya yang paling turun," kata Widjo.
Wali Kota Palu Hidayat masih menunggu hasil kajian dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk memastikan ukuran turun dan naiknya muka tanah.
Simak: Penanganan Difabel Baru Akibat Gempa Tsunami Palu Donggala
Hidayat mengatakan, hasil kajian dari dua lembaga itu akan dipakai untuk menyusun kembali tata ruang di Palu, termasuk garis Pantai Talise pasca tsunami Palu. Sampai waktu yang belum ditentukan, Talise akan bebas dari aktivitas. "Tidak boleh ada aktivitas di lokasi tsunami, likuifaksi, dan jalur patahan aktif," kata dia.