Eks Bupati Sula Didakwa Rugikan Negara Rp 3,4 Miliar

Jumat, 23 November 2018 03:04 WIB

Calon Gubernur Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, saat menjawab pertanyaan wartawan setelah diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin, 2 Juli 2018. Mantan Bupati Kepulauan Sula itu ditahan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan lahan Bandara Bobong di Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, tahun anggaran 2009. TEMPO/Imam Sukamto

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus telah merugikan negara Rp 3,4 miliar dalam pembelian lahan fiktif untuk pembangunan Bandara Bobong pada 2009.

KPK mendakwa ia menerima Rp 2,3 miliar bersama Ketua DPRD Kepulauan Sula saat itu, Zainal Mus. Sementara sebanyak Rp 1,05 miliar diberikan kepada sejumlah pihak lain.

Baca: KPK Tahan Pemenang Pilkada Maluku Utara Ahmad Hidayat Mus

"Memperkaya diri sendiri atau orang lain yaitu memperkaya terdakwa dan Zainal Mus sejumlah Rp 2.394.997.000," ujar jaksa KPK Lie Putra Setyawan saat membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 22 November 2018.

Menurut jaksa, proses pengadaan lahan untuk bandara tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selain itu, jaksa menyatakan pencairan dan penyaluran uang pembebasan lahan tidak sesuai dengan peruntukannya.

Advertising
Advertising

Menurut jaksa, dana pembebasan lahan tak pernah sampai pada pemilik lahan yang asli, melainkan mengalir ke kantong Hidayat, Zainal Mus dan sejumlah pihak lain. "Perbuatan terdakwa tersebut merupakan tindak pidana korupsi," ujarnya.

Baca: Harta Cagub Maluku Utara Naik 4 Kali Lipat Saat Jabat Bupati Sula

Jaksa menyatakan kasus ini berawal saat dilakukan pengadaan tanah guna pembangunan Bandara Bobong di Desa Bobong, Kecamatan Taliabu Barat, Kabupaten Kepulauan Sula pada 2009. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula menganggarkan Rp 5,5 miliar untuk membebaskan lahan tersebut.

Pada 26 Juli 2009, Ahmad Mus mengadakan pertemuan di rumahnya di Desa Mangon untuk membahas pembebasan lahan. Tetamunya adalah Zainal Mus, Ketua Panitia Pengadaan Tanah Lukman Umasangadji, staf sekretaris Panitia Pengadaan Tanah Djamin Kharie, Kepala Dinas Perhubungan La Musa Mansur, dan Plt Kepala Bagian Umum Sekretariat Daerah Ema Sabar.

Pertemuan menyepakati harga tanah untuk Bandara Bobong yang letaknya dekat pemukiman dihargai Rp 8.500 per meter persegi. Sedangkan yang agak jauh dari pemukiman dihargai Rp 4.260 per meter persegi.

Baca: KPK Tetapkan Cagub Maluku Utara Tersangka Korupsi Lahan Bandara

Penentuan harga tanah tersebut tidak melibatkan Pina Mus dan Rahman Mangawai selaku pemilik lahan. Pembuatan surat Pernyataan Pelepasan Hak Tanah juga dilakukan tanpa sepengetahuan dan seizin kedua pemiliknya. "Tanpa sepengetahuan dan seizin Pina Mus serta Rahman Mangawai," kata jaksa.

Menurut jaksa setelah pengurusan pembebasan lahan selesai, pencairan dana untuk lahan tersebut dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama Agustus 2009, dicairkan dana sejumlah Rp 1,5 miliar. Sebanyak Rp 650 juta kemudian ditransfer ke rekening Zainal. Sementara sisanya Rp 850 juta diserahkan kepada Hidayat Mus dalam bentuk tunai.

Pencairan dana tahap kedua senilai Rp 1,94 miliar dilakukan pada September 2009. Hidayat Mus memerintahkan Zainal mengirimkan uang itu ke sejumlah pihak, yaitu Rp 500 juta ke rekening Andi Arwati, Rp 100 juta lewat transfer ke rekening Azizah Hamid dan Rp 294 juta diambil Zainal secara tunai.

Hidayat juga memerintahkan sisa uang sebesar Rp 1,05 miliar ditransfer ke Kepala Bagian Umum dan Perlengkapan Kabupaten Sula Ema Sabar. Atas perintah Hidayat Mus, Ema lalu menarik tunai uang tersebut dan membagikannya ke sejumlah pihak yaitu, untuk Kapolres Kepulauan Sula sebesar Rp 75 juta dan Kabag Kesra Pemkab Sula Rugaya Soleman Rp 210 juta.

Setelah itu, pada pertengahan September 2009, Ema kembali membagikan Rp 715 juta kepada 15 orang lainnya. Mereka terdiri dari unsur Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Sula, jaksa, anggota DPRD Kepulauan Sula, Kepala Dinas Perhubungan, Camat Bobong, Kepala Desa Bobong, hingga pensiunan pegawai negeri. Jumlah duit yang diberikan paling besar Rp 265 juta untuk kepala dinas perhubungan dan paling kecil Rp 5 juta untuk ajudan bupati.

Berita terkait

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

7 jam lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

7 jam lalu

KPK Belum Putuskan Berapa Lama Penghentian Aktivitas di Dua Rutan Miliknya

Dua rutan KPK, Rutan Pomdam Jaya Guntur dan Rutan Puspomal, dihentikan aktivitasnya buntut 66 pegawai dipecat karena pungli

Baca Selengkapnya

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

9 jam lalu

Konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho, KPK Klaim Tak Pengaruhi Penindakan Korupsi

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan penyidikan dan penyelidikan kasus korupsi tetap berjalan di tengah konflik Nurul Ghufron dan Albertina Ho

Baca Selengkapnya

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

10 jam lalu

KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri dalam Penanganan Perkara Eddy Hiariej

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menegaskan tidak ada intervensi dari Mabes Polri dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej

Baca Selengkapnya

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

12 jam lalu

Periksa 15 ASN Pemkab Sidoarjo, KPK Dalami Keterlibatan Gus Muhdlor di Korupsi BPPD

KPK memeriksa 15 ASN untuk mendalami keterlibatan Bupati Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor dalam dugaan korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo

Baca Selengkapnya

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

19 jam lalu

Belum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej, KPK Bantah Ada Intervensi Mabes Polri

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membantah ada tekanan dari Mabes Polri sehingga belum menerbitkan sprindik baru untuk Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

20 jam lalu

KPK Sempurnakan Administrasi Sebelum Terbitkan Sprindik Baru Eddy Hiariej

KPK akan menyempurnakan proses administrasi sebelum menerbitkan sprindik baru untuk eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Baca Selengkapnya

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

21 jam lalu

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memprioritaskan lima program unggulan untuk mencegah korupsi di daerah.

Baca Selengkapnya

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

1 hari lalu

Penggeledahan di Sekretariat Jenderal DPR RI, KPK: Kumpulkan Alat Bukti

Sebelum penggeledahan ini, KPK mencegah Sekjen DPR RI Indra Iskandar dan enam orang lainnya bepergian ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

1 hari lalu

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

Surat berlogo dan bersetempel KPK tentang penyidikan korupsi di Boyolali ini diketahui beredar sejumlah media online sejak awal 2024.

Baca Selengkapnya