Jokowi Belum Bersikap Soal Baiq Nuril, Istana: Masih di Yudikatif
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Rina Widiastuti
Rabu, 21 November 2018 16:53 WIB
TEMPO.CO, Bogor - Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi mengatakan kasus penyebaran percakapan asusila yang menjerat Baiq Nuril saat ini masih di ranah yudikatif. Sebabnya, kata dia, Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa langsung bertindak memberikan amnesti atau grasi.
Baca: Baiq Nuril Ucapkan Terima Kasih ke Presiden Jokowi
Johan meminta, dalam persoalan Baiq Nuril ini dibedakan antara domain presiden selaku eksekutif dan penegak hukum selaku yudikatif. "Nah Ibu Nuril sekarang kan domainnya ada di yudikatif dan putusan sudah disampaikan. Kemudian, hari ini, saya dengar sedang melakukan upaya hukum luar biasa," katanya di Istana Bogor, Jawa Barat, Rabu, 21 November 2018.
Atas dasar itu, kata Johan, Jokowi telah menyarankan kepada Nuril untuk melakukan upaya hukum, yaitu peninjauan kembali (PK) atas putusan kasasi Mahkamah Agung (MA). "Karena sekarang itu domainnya belum ada di presiden," tuturnya.
Johan membenarkan bahwa presiden, secara konstitusi, memiliki hak memberikan amnesti atau grasi bagi mereka yang terjerat perkara hukum. Namun, dia menambahkan, kebijakan itu tetap tak bisa langsung diberikan.
Baca: 9 Hal yang Telah Diketahui Soal Kasus Baiq Nuril
"Amnesti itu baca di konstitusi juga ada syaratnya, harus persetujuan DPR. Kemudian grasi juga ada rekomendasi MA, juga ada tolok ukur kasusnya," ujarnya.
Johan menambahkan, Istana mengapresiasi langkah Kejaksaan Agung menunda eksekusi Baiq Nuril, tenaga honorer di SMAN 7 Mataram itu. "Itu kan sebagai bentuk respons dari kejaksaan terhadap apa yang sedang ramai dibicarakan," tuturnya.
Kasus Baiq Nuril bermula saat ia bertugas di SMAN 7 Mataram. Ketika itu, dia kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah, M. M dituding sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.
Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap, merekam pembicaraannya. Belakangan rekaman itu tersebar luas. Atas dasar ini kemudian M melaporkannya ke penegak hukum.
Baca: Kasus Baiq Nuril, Jokowi: Saya Tak Bisa Intervensi Putusan MA
Kasus berlanjut di persidangan. Pengadilan Negeri Mataram menyatakan Nuril tidak bersalah dan membebaskannya sebagai tahanan kota.
Namun, kasus itu tidak berhenti. Jaksa lalu mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasinya, MA memvonis Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta rupiah lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) karena menyebarkan percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.