Koalisi Masyarakat Minta Jokowi Berikan Amnesti Untuk Baiq Nuril
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Syailendra Persada
Selasa, 20 November 2018 02:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Save Ibu Nuril menyerahkan petisi dan surat kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi agar memberikan pengampunan kepada pegawai honorer SMAN 7 Mataram, Baiq Nuril Maqnun. Petisi tersebut mereka serahkan melalui lewat Staf Ahli Utama Deputi V Kantor Staf Presiden.
Baca: Koalisi Sipil Minta Jokowi Beri Pengampunan Baiq Nuril
Lewat laman change.org, hingga berita ini ditulis, Koalisi Save Ibu Nuril berhasil mengantongi 100 ribu dukungan petisi hanya dalam waktu satu hari setelah dimulai oleh Erasmus Napitupulu. "Dalam persidangan terungkap fakta bukan ibu Nuril yang menyebarkan rekaman pelecehan seksual atasannya melainkan rekan kerjanya," kata Erasmus di KSP, Jakarta.
Erasmus Napitupulu, mengatakan Jokowi tidak perlu khawatir disebut mengintervensi hukum. Sebab, Jokowi memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti kepada Nuril.
Erasmus menuturkan amnesti dari Jokowi merupakan satu-satunya cara agar Nuril tidak mendekam di penjara. Merujuk Pasal 14 Undang-Undang Dasar 1945 presiden bisa memberikan amnesti pada seseorang atas pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. "Lebih lanjut, Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi menjelaskan presiden bisa memberikan amnesti atas dasar kepentingan negara," kata dia.
Menurut Erasmus, amnesti dari Jokowi anak menunjukkan komitmen negara dalam melindungi perempuan dari kekerasan. Selain itu, kata dia, masyarakat butuh gambaran keadilan yang nyata. "Ibu Baiq Nuril butuh perlindungan sebagai korban pelecehan seksual, bukan pemidanaan," katanya.
Sementara itu, anggota koalisi lainnya, Anggara, menuturkan KSP telah menerima surat dan petisi yang pihaknya layangkan. "KSP telah menyatakan telah menerima dan akan menyerahkan kepada presiden," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini.
Kasus bermula saat Nuril yang bertugas di SMA Negeri 7 Mataram kerap mendapatkan perlakuan pelecehan dari kepala sekolah SMAN 7 Mataram, M. Sang kepala sekolah sering menghubunginya dan meminta Nuril mendengarkan pengalamannya berhubungan seksual dengan wanita lain yang bukan istrinya sendiri.
Nuril yang merasa tidak nyaman dan demi membuktikan tidak terlibat hubungan gelap merekam pembicaraannya. Atas dasar ini kemudian M melaporkannya ke penegak hukum. Kasus berlanjut di persidangan. Oleh Pengadilan Negeri Mataram Nuril dinyatakan tidak bersalah dan membebaskannya sebagai tahanan kota.
Simak: Kasus Baiq Nuril, Jokowi: Saya Tak Bisa Intervensi Putusan MA
Jaksa lalu mengajukan banding hingga kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Dalam putusan kasasinya, MA memvonis Nuril enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta rupiah lantaran dianggap melanggar Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik karena menyebarkan percakapan asusila kepala sekolah SMA Negeri 7 Mataram.