KPK Temukan Informasi Tak Sinkron di Kasus Suap Meikarta

Rabu, 14 November 2018 17:01 WIB

Juru Bicara KPK Febri Diansyah, memberikan keterangan saat konferensi pers terkait Operasi Tangkap Tangan (OTT) Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap di Gedung KPK, Jakarta, 18 Juli 2018. TEMPO/M Taufan Rengganis

TEMPO.CO, Bogor - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan informasi yang didapatkan dari pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus dugaan suap proyek Meikarta ada yang tak sinkron. Setelah sebelumnya menemukan kejanggalan soal penanggalan mundur atau backdate dalam sejumlah dokumen perizinan Meikarta, kali ini KPK dibuat pusing dengan adanya informasi berbelit dari saksi yang diperiksa.

Baca: KPK Dalami Dugaan Proyek Meikarta Dibangun Sebelum Izin Keluar

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan pihaknya telah memeriksa sekitar 64 saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin dan empat pejabat dinas di Kabupaten Bekasi tersebut.

“Yang paling dominan saksi yang kami periksa adalah dari unsur swasta, termasuk diantaranya pegawai dan pejabat dari Lippo Group dan perusahaan-perusahaan yang terkait dengan Lippo,” kata Febri di Bogor, Rabu, 14 November 2018.

Namun, saat melakukan pemeriksaan terhadap para saksi, Febri mengatakan, KPK menemukan ada beberapa informasi yang tidak sinkron, terutama saat mengklarifikasi dugaan backdate tersebut. “Ya ada beberapa informasi yang tidak sinkron yang kami dapatkan pada saat pemeriksaan,” kata Febri.

Advertising
Advertising

Baca: KPK Cecar Eks Presdir Lippo Cikarang Soal Duit Suap Meikarta

Febri mengatakan, pemeriksaan terhadap temuan KPK tersebut penting untuk memastikan apakah pembangunan proyek itu dilakukan padahal perizinannya belum selesai atau sebaliknya. “Karena kami harus memastikan apa saja faktor-faktor atau underline transaksi dari suap yang diduga diberikan pada bupati Bekasi dan sejumlah pihak di Bekasi,” kata Febri.

Febri mengingatkan agar seluruh saksi yang diperiksa dapat mengatakan hal yang sejujurnya. Sebab bila saksi bicara tidak benar akan ada ancaman pidana, baik di pasal 21 ataupun pasal 22 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

“Jadi kami ingatkan sekali lagi, agar KPK tidak perlu menggunakan pasal pidana yang ancamannya 3 hingga 12 tahun, maka saksi-saksi yang hadir agar bicara secara jujur dan sebenar-benarnya," ujar Febri. Hal ini termasuk soal bagaimana mekanisme internal di perusahaan, apakah ada atau tidak instruksi atau perintah untuk pemberian suap tersebut.

Lebih jauh Febri mengatakan, hingga saat ini KPK sudah mengidentifikasi sejumlah hal terkait kasus suap Meikarta, mulai dari proses perizinan, aliran dana dan sumber dana, hingga dugaan backdate terhadap sejumlah dokumen perizinan proyek Meikarta.

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

3 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

3 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya