Mendagri Tjahjo Kumolo Bela Bupati soal Aksi Save Boyolali
Reporter
Vindry Florentin
Editor
Amirullah
Rabu, 7 November 2018 14:28 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membela Bupati Boyolali Seno Samodro dalam aksi save tampang Boyolali. Dia melihat aksi itu sebagai pembelaan harga diri.
Baca: Kursi Wakil Gubernur DKI Kosong, Tjahjo Surati Anies Baswedan
"Bupati kan punya hak untuk menjaga kehormatan dan harga diri daerah dan masyarakatnya. Siapapun. Saya kira enggak bisa disalahkan dia," kata Tjahjo di Jakarta Convention Center, Rabu, 7 November 2018.
Tjahjo mempersilakan pihak yang keberatan dengan aksi tersebut untuk melaporkan Bupati Boyolali. Dia menuturkan, setiap masyarakat berhak mengadukan jika tak sependapat. "Dia membela harga diri, kehormatan daerah yang dia pimpin, harga diri dan kehormatan masyarakat yang dia pimpin. Itu saja intinya," kata dia.
Advokat Pendukung Prabowo, Yudha Rohman Renfaan, melaporkan Bupati Boyolali Seno Samodro ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait aksi save tampang Boyolali pada Ahad, 4 November 2018. Seno dilaporkan atas dugaan ketidaknetralan kepala daerah yang merugikan Prabowo Subianto.
Baca: Mendagri Ancam Akan Pecat Praja IPDN yang Melakukan Kekerasan
"Adanya pengerahan masa di Boyolali yang diduga dilakukan Bupati Seno Samodro dengan menyerukan agar tak memilih bapak Prabowo dalam pilpres 2019," ujar kuasa hukum Yudha, Hanfi Fajri di kantor Bawaslu, Jakarta, Senin, 5 November 2018.
Menurut Hanfi, kepala daerah tidak seharusnya memberikan pernyataan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon presiden. Dia merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Pasal 282.
Pasal 282 dalam UU Pemilu menyebutkan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Dalam pasal 547 UU Pemilu, pejabat negara yang melakukan hal ini dapat dipidana dengan penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta.