Demi Bantu Evakuasi Korban Lion Air, Relawan Rela Cuti Kerja
Reporter
Francisca Christy Rosana
Editor
Rina Widiastuti
Selasa, 6 November 2018 12:32 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota komunitas pecinta mobil off-road, Indonesia Off-road Federation (IOF), acap pasang badan untuk membantu tim SAR melakukan evakuasi korban bencana di sejumlah lokasi. Salah satu anggotanya ialah Jeremy Hose, 21 tahun. Saat ini, ia tengah membantu evakuasi tim Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) untuk melakukan evakuasi korban kecelakaan Lion Air JT 610.
Baca: Cerita Tim Basarnas, Cari Korban Lion Air dan Makan di Angkringan
Ia termasuk orang yang sering menawarkan diri menjadi relawan setiap kali ada panggilan dari Basarnas. "Kebetulan IOF menjadi mitra Basarnas untuk peristiwa operasi kebencanaan. Saya selalu ikut," kaya Jeremy saat ditemui Tempo di Jakarta International Container Terminal (JICT) 2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin, 5 November 2018.
Saat ini, Jeremy dan komunitasnya tengah membantu tim SAR untuk mengevakuasi korban pesawat Lion Air JT 610 di perairan Tanjung Karawang. IOF bertugas menyediakan angkutan untuk memobilisasi logistik. Mereka belanja keperluan tim, meliputi makanan dan kebutuhan peralatan lain.
Sekali waktu, Jeremy juga turut dalam pelayaran kapal-kapal tim gabungan untuk menyiapkan perlengkapan selam bergantian dengan kawan di komunitasnya. Selain itu, mereka bertugas menyemprotkan desinfektan kepada penyelam yang baru mentas ke permukaan. Hal-hal rinci dan kebutuhan-kebutuhan kecil yang tak kelihatan itu disapu bersih oleh anggota IOF.
Dari sekian banyak daftar komunitas relawan yang membantu tim SAR, IOF termasuk tim yang berjaga sejak hari pertama peristiwa kecelakaan terjadi. Kala itu, Jeremy bersama IOF baru pulang dari operasi kebencanaan di Palu, Sulawesi Tengah. "Minggu sampai Jakarta dari Palu, Senin langsung merapat ke Tanjung Priok untuk evakuasi korban Lion Air," kata Jeremy.
Baca: Evakuasi Lion Air Hari ke-8, Basarnas Serahkan 26 Kantong Jenazah
Tak ada jeda untuk sehari pun, Jeremy bersama 9-10 kawannya menggencarkan misi kembali. Kali ini, mereka bekerja sama dengan relawan lain. Misalnya, Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI), Palang Merah Indonesia (PMI), dan Indonesia Diver Rescue Team (IDRT).
<!--more-->
Bersama para relawan itu, Jeremy berjaga selama sepekan lebih dalam operasi evakuasi korban Lion Air. Mereka bermalam di bawah tenda darurat yang dipasang di dekat mobil off-road. Tenda itu berukuran tak lebih dari 2 x 3 meter.
Ada dua velbed nangkring di bawah tenda. Para anggota IOF bergantian tidur di sana sepanjang malam. Kadang-kadang, 2-3 anggota komunitas balik ke kota. Namun ada yang siaga berjaga tiap hari, seperti Jeremy.
Pada hari kedelapan, Jeremy tinggal di dermaga JICT 2. Kala mengobrol dengan Tempo, Jeremy tengah bersantai. "Istirahatnya ya begini. Kalau belum ada penyelam atau tim SAR yang butuh, ya dipakai untuk santai," katanya.
Baca: Basarnas Jelaskan Proses Evakuasi ke Keluarga Korban Lion Air
Belum lama mengobrol, Jeremy mendapat permintaan untuk memasak air dan membuat mi instan. Tugas-tugas sederhana itu ia lakukan saban pagi sampai malam.
Di sela perbincangan, Tempo menyaksikan sebuah baju menyelam menggantung di pilar penyangga atap tenda. Baju itu berwarna hitam dan berukuran L. Kata Jeremy, ia baru saja mencucinya. "Swim suite ini milik anggota penyelam dari tim SAR," ujarnya. Mencuci baju selam bukan perkara mudah. Sebab, ia harus paham betul tekniknya supaya baju itu tak rusak.
Selain itu, aroma tak sedap yang dibawa penyelam dari dasar laut acap membuatnya sedikit mual. Menurut Jeremy, baju-baju itu berbau lumpur dan amis karena terkena air laut. Jeremy mengungkapkan dirinya pernah merasa bosan. Namun, naluri kemanusiannya menggerus kebosanan itu.
Kecintaan Jeremy dan relawan lain terhadap aktivitas kemanusiaan tidak hanya ditunjukkan saat melawan kebosanan. Mereka juga harus rela meninggalkan pekerjaannya. Jeremy, yang berprofesi sebagai pengusaha, meninggalkan urusan gaweannya sejak mengurusi bencana gempa Palu dan Lion Air. Ia hanya memantau pekerjaannya lewat dunia maya.
Sedangkan relawan lain, kata Jeremy, rata-rata meminta izin sampai cuti. Absennya para relawan dari perkantoran disertai oleh surat dari Basarnas. "Rata-rata perusahaan mengizinkan," katanya. Sepanjang menjadi relawan, mereka pun tak mendapatkan bayaran.
Jeremy tak menampik bahwa mencari uang penting. Namun misi kemanusiaan lebih memantik semangat. Menjadi relawan adalah cara untuk menghidupkan semangat kemanusiaan. "Jadi kami rela tak dibayar. Itu sudah jadi semangat kami," katanya.