TEMPO.CO, Jakarta - Dua pekan pasca-gempa Palu, warga setempat mulai mengenang kampung halaman mereka sebelum sebagian luluh lantak. Kenangan demi kenangan terungkap dalam obrolan-obrolan di warung.
Baca: Lima Poin Hasil Rapat Kabinet Jokowi tentang Penanganan Bencana
“Kampung Balaroa itu dulu tempat main saya waktu kecil,” kata Selvi, 40 tahun, warga Kampung Donggala Kodi, saat ditemui Tempo di warungnya, Donggala Kodi, Palu Barat, Sulawesi Tengah, Minggu malam, 14 Oktober lalu.
Mulanya, Selvi mengobrol dengan tetangganya yang tengah ngopi di warung milik Selvi. Ia bercerita tentang masa kecilnya yang menyenangkan di Balaroa, yang terdampak likuifaksi.
Intonasi Selvi meninggi saat mengenang kampungnya yang kini rata dengan tanah itu. Menurut dia, kampung Balaroa dulu adalah tempat main paling menyenangkan. Sebelum dibangun menjadi Perumnas Balaroa, lahan itu seluruhnya adalah sawah dan kebun sagu.
“Waktu saya masih sekolah dasar, di tengah sawah itu ada mata air,” kata Selvi. Pengakuan Selvi ini dibenarkan oleh tetangga-tetangganya yang menongkrong di warung itu. Menurut dia, mata air tersebut berada di bawah pohon nangka. Anehnya, ujar Selvi, air yang muncul dari sumber itu asin seperti air laut.
Di samping mata air itu, terdapat kebun sagu. Tanahnya adalah tanah rawa-rawa. Di sana, penduduk sekitar biasa mengajak anak-anaknya membuat sagu mulai siang sampai sore. Sawah dan kebun sagu ini bisa disaksikan dari rumah Selvi yang berada di atas bukit di Kampung Donggala Kodi.
Namun, sejak Perumnas berdiri, pemandangan Kampung Balaroa berubah. Lanskap yang semula berupa persawahan dan perkebunan seketika menjadi perkampungan yang padat. Selvi juga tak tahu lagi letak sumber mata air itu. “Mungkin sudah dibuat bangunan,” ujarnya.
Setelah gempa terjadi, menurut Selvi, Kampung Balaroa kembali seperti dulu sewaktu ia kanak-kanak. Lahannya kosong tanpa satu bangunan pun berdiri.
Gempa dan likuifaksi yang terjadi di Palu pada 28 September lalu mengakibatkan perkampungan Balaroa terimbas. Sekitar 300 orang yang berada di perkampungan itu saat gempa terjadi belum ditemukan sampai sekarang.
Advertising
Advertising