Kotek Anak Ayam Pelipur Lara Anak-anak Korban Gempa Lombok

Selasa, 28 Agustus 2018 06:02 WIB

Sejumlah muslim korban gempa bumi bersiap melaksanakan salat Idul Adha 1439 Hijriah di Posko Pengungsian Desa Kekait, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu, 22 Agustus 2018. Sebagian besar umat Islam korban gempa bumi di Lombok merayakan Hari Raya Idul Adha di lokasi pengungsian dengan penuh suka cita. ANTARA

TEMPO.CO, Lombok - LAGU "Tek Kotek Anak Ayam" melantun keras lewat pelantang suara di Desa Jeringo, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat pada Jumat pekan lalu. Fikri dan belasan anak-anak lainnya yang menjadi korban gempa Lombok menari mengikuti irama lagu yang diputar oleh tim psikologi Markas Besar Polri itu.

Baca: 50 BUMN Salurkan Bantuan Rp 13 Miliar untuk Korban Gempa Lombok

Setelah bermain, Fikri dan kawan-kawannya mengantri untuk mengambil buku gambar dan pensil yang dibawa tim psikolog Mabes Polri. Setelah itu, dia berlari kembali ke pangkuan bapaknya, Jupri, di tenda pengungsian. Dia memeluk buku dan pensil itu sambil dipangku bapaknya.

Jupri mengaku rindu dengan keceriaan Fikri. Pria 36 tahun ini mengatakan lindu yang mengguncang Lombok tidak hanya merusak rumah tetapi juga kecerian anak-anak. “Alhamdulilah sudah ceria sekarang, enggak kaya biasanya, sekarang banyak temannya di sini,” kata dia.

Namun, gempa Lombok tetap menyimpan trauma di benak Fikri. Jupri mengatakan, "Anak saya belum berani masuk rumah." Sebabnya, pasca Gempa Lombok pada 29 Juli lalu, lindu susulan terus mengguncang daerah tersebut. Sehingga, sang anak takut jika harus kembali ke rumah.

Baca juga: Masa Transisi Gempa Lombok, Ini yang Dilakukan Pemerintah

Advertising
Advertising

Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) mencatat, hingga akhir Agustus 2018, ada 1.055 gempa susulan. Gempa Lombok menewaskan 555 orang, ribuan orang terluka dan lebih dari 300 ribu orang mengungsi. Sementara, 76 ribu rumah rusak.

Di Desa Jeringo, sekitar 838 rumah atau 93 persen rumah ambruk, 36 rumah rusak sedang dan 28 rumah rusak ringan. Rumah Jupri di kaki bukit desa Jeringo, menjadi salah satu rumah yang hanya rusak ringan. Meski begitu, Jupri, istri dan dua anaknya memilih tinggal di tenda pengungsian karena masih takut terjadi gempa susulan. “Di sini lebih aman,” kata dia.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, mengatakan keluarga Jupri merupakan potret para korban gempa Lombok yang masih bertahan di tempat pengungsian. Alasannya, sebagian dari para korban gempa ini, kata dia, masih takut lindu susulan.

Simak: Gempa Lombok, Pemerintah NTB Bisa Pakai Cadangan Beras Bulog

Menurut Achmad, trauma para korban gempa Lombok dipicu oleh kehilangan orang terdekat, tempat tinggal, dan pekerjaan. Gangguan itu mulai dari yang ringan berupa rasa cemas akan gempa susulan sampai yang terberat adalah mengalami halusinasi akan adanya gempa.

Achmad mengatakan Kementerian dibantu relawan terus memulihkan kondisi psikologis masyarakat Lombok usai gempa. Menurut dia ada seratus lebih tim psikologi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat yang ikut membantu.

Pada tahap awal, upaya bantuan psikologis yang diberikan pemerintah adalah identifikasi dan pencegahan agar menghindari munculnya masalah psikologis. Pencegahan dilakukan dengan cara memuhi kebutuhan dasar pengungsi, yakni makanan, tenda dan baju.

Simak juga: Gempa Lombok Bikin Pulau Lombok Terangkat Sebagian: Ini Dampaknya

Tim, kata dia, juga memberikan edukasi tentang gempa agar masyarakat tidak mudah dikibuli berita bohong atau hoaks soal gempa susulan. “Hoaks itu bisa menjadi sumber ketakutan besar untuk mereka,” kata Achmad.

Sementara itu, tim psikolog juga berupaya mengidenfikasi masalah psikologis dengan mengunjungi tempat pengungsian, mengajak bicara para pengungsi untuk mengetahui keresahan mereka. Bila ditemukan pengungsi yang mengalami masalah psikologis, kata dia, tim akan melakukan intervensi awal dengan melakukan konseling. “Bila ternyata keadaannya berat, baru kami beri obat antidepresi atau kami rujuk ke rumah sakit,” kata dia.

Psikolog dari Yayasan Pulih, Livia Iskandar, mengatakan ketakutan dan kecemasan yang dialami anak-anak pengungsi, termasuk Fikri sebenarnya masih wajar mengingat gempa susulan sering terjadi. Dia mengatakan masalah gangguan jiwa baru bisa diidentifikasi bila kecemasan atau rasa takut itu masih dialami penyintas enam pekan setelah bencana berlalu.

Baca: Penanganan Gempa Lombok, Mensos: Ada Motif Jahat kepada Jokowi

Dia mengatakan yang terpenting saat ini adalah mencegah agar kecemasan anak-anak tidak berlanjut. Dia meminta pada tahap awal pemerintah perlu memastikan kebutuhan dasar anak terpenuhi. Lalu, terapi bermain juga efektif untuk memulihkan keceriaan anak.

Selain itu, orang tua dan sekolah juga perlu mengambil peran agar anak-anaknya dapat pulih dari rasa takut. Orang tua, kata dia, dapat memberikan penjelasan pada anak soal kehidupan pascabencana. Dan memberikan pembelajaran soal apa yang mesti dilakukan bila suatu bencana terjadi. “Dengan edukasi, anak-anak bisa menguasai keadaan yang harus dihadapi,” kata dia.

Adapun untuk mengatasi kecemasan yang dialami anak-anak, Achmad mengatakan intervensi justru lebih mudah dilakukan. Menurut dia, anak-anak lebih kebal terhadap masalah kejiwaan dibandingkan orang dewasa. Ketakutan anak, kata dia, biasanya justru bersumber dari ketakutan orang tuanya. Sebab, kata dia, anak-anak belum mengenal konsep kehilangan sehingga mereka tidak mudah trauma.

Baca juga: Jangan Anggap Remeh jadi Relawan Bencana, Intip 7 Tips Ini

Achmad menambahkan, dukungan psikologis untuk anak-anak dilakukan dengan memberi terapi bermain. Tim psikologi, kata dia, datang ke tempat pengungsian gempa Lombok untuk mengadakan permainan dan membacakan dongeng. “Anak-anak itu asal dunia bermain mereka dikembalikan mereka akan pulih,” kata Achmad.

Salah satu kegiatan hiburan untuk anak-anak dilakukan oleh tim psikolog Mabes Polri yang datang ke Kampung Fikri, di desa Jeringo pada pagi itu. Koordinator tim psikologi Mabes Polri Ajun Komisaris Heri Yulianto mengatakan sudah dua pekan ini berkeliling Lombok Utara, Timur, Barat dan Mataram untuk memberikan dukungan psikologis bagi anak-anak pengungsi gempa Lombok.

Simak: Kemenhub - UGM Bangun 50 Rumah Cluster Korban Gempa Lombok

Dia mengatakan dukungan psikologis dilakukan dengan mengajak anak-anak bermain dan menceritakan kepada mereka dongeng. Dalam dongeng itu, timnya menyisipkan pesan tentang semangat agar anak-anak korban gempa Lombok bisa kembali bangkit setelah gempa. “Kami selalu menggunakan kata-kata positif agar anak-anak tetap kuat,” kata Heri Yulianto.

Berita terkait

Warga Jawa Barat Rasakan 6 Gempa Sepanjang April 2024, Sebenarnya Terjadi 106 Kali

59 menit lalu

Warga Jawa Barat Rasakan 6 Gempa Sepanjang April 2024, Sebenarnya Terjadi 106 Kali

BMKG mencatat 106 kali gempa di Jawa Barat pada April 2024. Dari 6 guncangan yang terasa, gempa Garut M6,2 jadi yang paling besar.

Baca Selengkapnya

BNPB Salurkan Dana Bantuan Rp 2,25 Miliar untuk Penanganan Erupsi Gunung Ruang

1 hari lalu

BNPB Salurkan Dana Bantuan Rp 2,25 Miliar untuk Penanganan Erupsi Gunung Ruang

BNPB meminta semua kebutuhan dasar masyarakat terdampak erupsi Gunung Ruang dapat segera dipenuhi.

Baca Selengkapnya

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

2 hari lalu

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

Garut dan sebagian wilayah di Jawa Barat kembali digoyang gempa pada Rabu malam, 1 Mei 2024. Buat Garut ini yang keempat kalinya sejak Sabtu lalu.

Baca Selengkapnya

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

2 hari lalu

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

BMKG melaporkan gempa berkekuatan M4,2 di Kabupaten Bandung. Ditengarai akibat aktivitas Sesar Garut Selatan. Tidak ada laporan kerusakan.

Baca Selengkapnya

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

3 hari lalu

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

Mahasiswa FTUI kembali memenangkan kompetisi proyek konstruksi inovatif yang diadakan CIOB. Tim UI mencetuskan shelter ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

3 hari lalu

Korban Gempa Garut Belum Dapat Bantuan dari Pemda

Korban gempa di Kabupaten Garut, Jawa Barat, belum mendapatkan bantuan, baik bantuan sosial pangan ataupun yang lainnya. Pemerintah daerah beralasan masih melakukan pendataan. Bantuan akan diberikan setelah verifikasi dan validasi data.

Baca Selengkapnya

Korban Gempa Garut Belum Tersentuh Bantuan Pemkab, Kerugian Mencapai Rp 12,6 Miliar

3 hari lalu

Korban Gempa Garut Belum Tersentuh Bantuan Pemkab, Kerugian Mencapai Rp 12,6 Miliar

Data terakhir korban gempa mencapai 464 rumah rusak.

Baca Selengkapnya

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

3 hari lalu

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar

Baca Selengkapnya

Intensitas Gempa di Jawa Barat Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Adaptif dan Proaktif Mitigasi Bencana

3 hari lalu

Intensitas Gempa di Jawa Barat Tinggi, BMKG Minta Masyarakat Adaptif dan Proaktif Mitigasi Bencana

Wilayah Garut, Cianjur, Tasikmalaya, Pangandaran dan Sukabumi memiliki sejarah kejadian gempa bumi yang sering terulang sejak tahun 1844.

Baca Selengkapnya

BMKG Minta Warga Waspada 5 Potensi Bencana Susulan Akibat Gempa Bumi

3 hari lalu

BMKG Minta Warga Waspada 5 Potensi Bencana Susulan Akibat Gempa Bumi

Gempa bumi seperti yang terjadi di Garut, menurut BMKG sering disusul dengan bencana lainnya seperti tanah longsor, pohon tumbang, bahkan tsunami.

Baca Selengkapnya