Idrus Marham (kiri), dan Menteri Sosial yang baru dilantik, Agus Gumiwang Kartasasmita, berangkulan saat upacara Sertijab di Gedung Kementerian Sosial RI, Jakarta, Jumat, 24 Agustus 2018. Agus mengatakan akan menyerahkan sepenuhnya posisinya di tim kampanye pemenangan kepada Jokowi. TEMPO/M Taufan Rengganis
TEMPO.CO, Jakarta-Peneliti Centre For Strategic dan Internasional Studier (CSIS) Arya Fernandes berpendapat mundurnya Idrus Marham dari kursi Menteri Sosial sebelum ditetapkan sebagai tersangka korupsi PLTU Riau oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belajar dari pengalaman kasus Setya Novanto.
"Kita lihat, langkah Idrus Marham mundur sebelum ditetapkan sebagai tersangka belajar dari pengalaman Setya Novanto yang ditetapkan tersangka saat masih menjabat Ketua DPR," ujar Arya saat ditemui di Jakarta Pusat, Sabtu, 25 Agustus 2018.
Menurut Arya perkara Setya Novanto dipenuhi drama dan berbelit-belit sehingga berdampak pada sentimen negatif masyarakat terhadap Partai Golkar. Akibatnya eletabilitas partai turun.
Menurut Arya langkah mundur Idrus tepat untuk menyelematkan Partai Golkar di mata publik. Selain itu, keputusannya meninggalkan jabatan Menteri Sosial juga langkah aman untuk menyelematkan citra kabinet Presiden Jokowi.
Arya meyakini ada manuver politik dalam internal Golkar sebelum Idrus memutuskan mundur dari partai berlambang pohon beringin itu. Akhirnya Idrus menyampaikan pengunduruan dirinya kepada Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto melalui surat. "Ini sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan organisasi saya," kata Idrus di Kompleks Istana Kepresidenan. Idrus Marham berujar, dengan melepaskan jabatan sebagai menteri dan anggota Golkar, dia akan konsentrasi menjalani semua proses hukum. "Saya ingin berkonsentrasi mengikuti proses hukum sesuai dengan aturan dan dengan sebaik-baiknya," kata dia