KEIN: Hadapi Krisis Turki, Jaga Keyakinan Masyarakat
Senin, 13 Agustus 2018 16:26 WIB
INFO NASIONAL — Krisis nilai tukar yang dialami Turki saat ini kian dalam. “Peluang terjadinya efek berantai ke negara-negara lain termasuk Indonesia tetap ada. Karena itu, perlu tindakan antisipatif agar tidak menimbulkan kepanikan.” ujar Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) Arif Budimanta, di Jakarta, Senin, 13 Agustus 2018.
Menurut dia, optimisme masyarakat dapat dibangun dengan keyakinan pemerintah melalui kebijakan proteksi krisis, baik yang sudah ada ataupun langkah lebih lanjut yang dapat diambil pemerintah.
“Berkaca dari krisis 1997 tentunya kita tidak mau terulang. Untuk menjaga hal tersebut otoritas perlu meyakinkan masyarakat dengan menjelaskan apa saja hal-hal yang mampu melindungi negara dari krisis,” katanya.
Dia menyampaikan, meskipun krisis di Turki memberikan dampak bagi terdepresiasinya mata uang beberapa emerging market dan meningkatnya permintaan mata uang safe haven, seperti dolar, tapi kondisi di Indonesia masih terbilang stabil. Menurut data Bank Indonesia, posisi cadangan devisa Indonesia per Maret 2018 setara dengan pembiayaan impor selama 7,7 bulan. Posisi ini jauh di atas standar internasional kecukupan cadangan devisa untuk 3 bulan impor.
“Melihat cadangan devisa yang ada, perekonomian kita masih aman. Masyarakat, terutama pelaku usaha, tidak perlu khawatir akan hal ini. Sehingga diharapkan bisa tetap mendorong roda ekonomi dan mendorong pertumbuhan,” ujar Arif.
Selain itu, kondisi perekonomian Indonesia terbilang relatif lebih baik dibandingkan dengan Turki. Nilai tukar Lira Turki terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi sebesar 70 persen sejak awal tahun atau secara year to date. Sementara itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hanya terdepresiasi 7,07 persen.
Lebih lanjut, Arif menuturkan hal-hal yang menjadi faktor terjadinya krisis ekonomi 1997 ditindaklanjuti pemerintah dengan berbagai aturan yang ada, salah satunya dengan adanya jaminan terhadap simpanan nasabah dengan maksimal saldo Rp 2 miliar dalam satu bank melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kemudian, pemerintah melengkapinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
“Itu semua dilakukan pemerintah dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dari gejolak yang bersumber dari dalam dan luar negeri. Sehingga perlu diinformasikan kepada semua masyarakat agar tidak terjadi kekhawatiran yang berlebih,” tutur Arif. (*)