JK Merasa Lebih Cocok dengan AHY Ketimbang Anies Baswedan
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Amirullah
Senin, 9 Juli 2018 07:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla atau biasa disapa JK mengatakan secara teori ia lebih cocok jika berpasangan dengan Komandan Komando Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY ketimbang Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden dan wakil presiden 2019.
Alasannya, kata mantan ketua umum Partai Golkar ini, ia merasa memiliki banyak perbedaan dengan anak pertama Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono itu. Sementara jika bersama Anies, sebaliknya.
Baca: JK Ogah Melawan Jokowi di Pilpres 2019
"Terlalu banyak kesamaan. Walaupun dia (Anies) lahir di Jawa, dia tidak terlalu dikenal sebagai orang Jawa," kata Kalla saat menerima wawancara Tempo di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa, 2 Juli 2018.
Menurut teorinya, Kalla menjelaskan, masyarakat menginginkan pasangan capres dan cawapres yang memiliki perbedaan baik dari asal partai, golongan, atau suku agar saling melengkapi satu sama lain.
"Kalau AHY, perbedaannya banyak. Hampir semuanya berbeda malah," ucapnya. "Kalau dari sisi teori, harus saling menambah, iya (cocok)," kata Kalla.
Sebelumnya, Partai Demokrat disebut-sebut ingin merangkul Kalla dan memasangkannya dengan AHY sebagai calon presiden dan calon wakil presiden 2019. Kalla berujar belum pernah ada pembicaraan antara ia dan Partai Demokrat terkait hal ini.
Baca: Ada Anak Buah Adik Ipar JK di Balik Deklarasi Anies Capres 2019
Selain belum ada pembicaraan, kata Kalla, Partai Demokrat tidak bisa sendirian mencalonkan pasangan calon presiden. Demokrat hanya memiliki 10 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan undang-undang mensyaratkan partai yang mau mengusung pasangan calon presiden harus memiliki 20 persen kursi di DPR."Kami belum bicarakan. Apalagi juga mendapatkan 20 persen itu butuh tiga partai lagi," ucapnya.
Ia menyatakan sejatinya ingin istirahat dari dunia politik. Namun hal itu bisa saja berubah. "Istirahat itu masih ada yang di atasnya, yaitu kepentingan bangsa dan negara," ucap JK.