Terdakwa Bupati Kutai Kartanegara nonaktif, Rita Widyasari, mengikuti sidang mendengarkan keterangan saksi, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 21 Februari 2018. Uang gratifikasi ini salah satunya digunakan untuk biaya perawatan kecantikan. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta-Bupati Kutai Kartanegara non-aktif Rita Widyasari menganggap tuntutan hukuman 15 tahun penjara terhadap dirinya terlalu tinggi. "Terlalu tinggi, ya," kata dia usai menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 25 Juni 2018.
Sebelumnya jaksa menuntut Rita Widyasari hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, jaksa juga menuntut hak politik Rita dicabut selama 5 tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Jaksa menyatakan Rita terbukti menerima suap Rp 6 miliar dari bos PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun atau Abun terkait pemberian izin pembukaan lahan kelapa sawit di Kecamatan Muara Kaman, Kutai Kartanegara.
Jaksa juga menyatakan Rita terbukti menerima gratifikasi sebanyak Rp 248 miliar terkait pemberian izin proyek-proyek di Kutai bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin. Khairudin dituntut 13 tahun penjara dan denda Rp 750 juta. Selain itu, jaksa juga menuntut hak politik Khairudin dicabut selama 5 tahun.
Pengacara Rita, Wisnu Wardhana, menyatakan ada beberapa fakta yang menurutnya tidak sesuai dengan keterangan saksi. Contohnya, kata dia, soal penerimaan-penerimaan yang disebut jaksa. "Dari saksi-saksi kayaknya enggak ada yang bilang kalo Bu Rita terima langsung sendiri. Seperti itu salah satunya yang kami catat," kata dia.
Dia mengatakan hal itu akan menjadi salah satu poin dalam pleiodi yang akan disampaikan pihaknya dalam sidang selanjutnya. "Pastinya substansinya kita akan bicara soal penerimaan-penerimaan uang itu," kata dia.