KPU Pastikan Pertahankan Aturan untuk Eks Napi Korupsi dan LHKPN
Reporter
Imam Hamdi
Editor
Endri Kurniawati
Selasa, 8 Mei 2018 11:37 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan lembaganya akan mempertahankan aturan bekas narapidana korupsi dilarang menjadi calon legislator dan ihwal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) agar masuk di Peraturan KPU tentang pencalonan. "Kami akan pertahankan dua aturan itu agar masuk di PKPU," kata Arief di kantor KPU Jakarta, Senin, 7 Mei 2018.
Pembahasan rancangan PKPU itu masih tertunda. Penundaan karena alotnya perdebatan soal aturan mantan narapidana korupsi dilarang menjadi calon legislator dan laporan harta kekayaan penyelenggara negara. "Tinggal satu tahap lagi, untuk konsultasi dengan pemerintah dan DPR membahas PKPU pencalonan."
Baca: KPU: Bekas Koruptor Dilarang Ikut Pemilu...
Arief menuturkan KPU telah beberapa kali membahas PKPU tapi belum juga selesai karena perdebatan dua klausul yang baru diajukan. KPU meminta pembahasan aturan itu bisa disegerakan setelah masa reses anggota DPR pada 15 Mei 2018. "Pasal yang lain kami yakin sudah tidak ada masalah."
KPU, kata Arief, tetap akan menyodorkan draf yang sama mengenai aturan pencalonan. KPU menganggap aturan larangan mantan koruptor menjadi calon legislator sama pentingnya dengan larangan mantan narapidana bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak.
Sejauh ini, KPU melihat DPR menyerahkan semua aturan kepada penyelenggara. Namun ada beberapa masukan terkait dengan LHKPN dari Dewan. Mereka meminta LHKPN dibuat jika mereka terpilih, yang dilaporkan sebelum pelantikan.
Baca: KPU Sosialisasi Silon, Begini Syarat Lolos Jadi Caleg Pemilu 2019
KPU mengajukan LHKPN menjadi syarat pendaftaran calon legislator ke KPU. "Intinya mereka tidak menolak, tapi memberikan masukan pada rapat sebelumnya."
Menurut Arief, penyelenggara mendorong aturan ini lantaran melihat semangat bangsa ini melawan korupsi. KPU, kata dia, bukan tidak menyadari bahwa aturan ini memang tidak tertuang dalam Undang-Undang Pemilu. Namun aturan ini bisa diterapkan dengan mengacu pada regulasi atas kaitannya bahwa peserta pemilu adalah orang yang beriman dan bertakwa serta tidak melakukan hal yang tercela. "Jika kami diminta ubah undang-undangnya dulu, harus menunggu lima tahun lagi untuk menerapkan aturan ini."