Kekerasan TKI Marak, Migrant Care: Aturan Pengiriman Longgar

Reporter

Antara

Jumat, 23 Maret 2018 07:17 WIB

Massa dari Migrant Care berorasi di Kedubes Malaysia, Jakarta, (16/09). Massa menuntut pemerintah menarik Dubes RI di Malaysia dan mendesak penuntasan hukum kasus kekerasan seksual TKI oleh tiga polisi Malaysia. Tempo/Dasril Roszandi

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Ccare Wahyu Susilo mengatakan penegakan aturan yang longgar mengenai pengiriman buruh migran memicu kekerasan yang menimpa TKI.

"Akar masalah penyebab terjadinya banyak kekerasan yang menimpa butuh migran adalah longgarnya penegakan aturan mengenai pengiriman tenaga kerja," ujar Wahyu di Jakarta pada Kamis, 22 Maret 2018. Hal tersebut, menurut dia, menimbulkan kesewenang-wenangan dari para majikan.

Baca: Pemerintah Kesulitan Dampingi TKI yang Divonis Mati di Arab Saudi

Salah satu tindak kekerasan terhadap TKI yang belakangan menarik perhatian adalah kasus penganiayaan TKI Suyanti oleh majikannya. Penganiayaan terjadi sejak Desember 2016. Suyanti yang kala itu berusia 19 tahun dilaporkan disiksa menggunakan peralatan rumah tangga seperti pisau dapur, gagang pel, dan payung. Suyanti mengalami cedera serius pada mata, tangan dan kaki, pendaharan di kulit kepala serta patah tulang akibat penyiksaan itu.

Migrant Care mencatat sedikitnya ada 6,5 juta TKI bekerja di luar negeri. Terbanyak ada di Malaysia sekitar 2,5 juta orang dan Arab Saudi sekitar 1,5 juta orang. Wahyu pun menyebut kebanyakan TKI yang bekerja di Malaysia itu tidak berdokumen.

Advertising
Advertising

"Ada 1,2 juta TKI yang bekerja di Malaysia Timur tidak berdokumen, sedangkan di Malaysia Barat ada 650 ribu TKI yang tidak berdokumen," kata Wahyu.

Baca: Hanif Dhakiri Beberkan Upaya Pemerintah Bebaskan TKI Zaini Misrin

Ada dua pengertian buruh migran tanpa dokumen. Pertama, kata Wahyu, buruh migran yang berangkat dari Indonesia ternyata tidak memiliki dokumen yang lengkap seperti tidak adanya visa kerja meskipun ada paspor. Kedua, buruh migran sudah memiliki dokumen yang lengkap seperti visa dan paspor, namun dokumen buruh migran tersebut dipegang oleh majikan. "Kemudian mereka kabur dari majikan mereka karena adanya kekerasan," kata Wahyu. Status mereka pun jadi tak berdokumen.

Sebagian besar TKI tersebut, menurut Wahyu, bekerja di industri perkebunan yang menjadi tulang punggung perekonomian Malaysia dan sektor konstruksi. Permintaan tenaga kerja di bidang itu pun tinggi sehingga perekrut ingin memperoleh dengancepat. "Kalau mereka merekrut buruh migran melalui prosedur formal, biayanya terlalu tinggi karena adanya pajak sebesar RM 2.500 dan lain-lain," kata dia.

Sementara kalau mereka mempekerjakan tenaga kerja ilegal asing, mereka tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. "Kalau di sektor konstruksi itu biasanya kontrak pendek," kata Wahyu.

Baca: Menteri Koperasi dan UKM: Penyaluran KUR TKI Rendah

Berita terkait

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

10 hari lalu

Pemerintah Cabut Pembatasan Barang TKI, Begini Bunyi Aturannya

Sebelumnya, pemerintah membatasi barang TKI atau pekerja migran Indonesia, tetapi aturan ini sudah dicabut. Begini isi aturannya.

Baca Selengkapnya

Nurul Huda Disiksa Majikan di Oman, Rentannya Pelanggaran HAM pada PMI di Timur Tengah

20 hari lalu

Nurul Huda Disiksa Majikan di Oman, Rentannya Pelanggaran HAM pada PMI di Timur Tengah

Nurul Huda menggugah perhatian publik. Video curhatnya tentang pengalaman disiksa oleh majikannya di Oman menjadi sorotan.

Baca Selengkapnya

Beda Sikap Migrant Watch dan Migrant CARE Soal Dugaan TPPO Berkedok Magang Mahasiswa

27 hari lalu

Beda Sikap Migrant Watch dan Migrant CARE Soal Dugaan TPPO Berkedok Magang Mahasiswa

Migrant Watch menilai kasus magang ke Jerman lebih tepat dikatakan sebagai kesalahan prosedur penempatan mahasiswa ketimbang TPPO.

Baca Selengkapnya

Ferienjob: Praktik Lancung TPPO Berkedok Magang hingga Guru Besar Menjadi Tersangka

33 hari lalu

Ferienjob: Praktik Lancung TPPO Berkedok Magang hingga Guru Besar Menjadi Tersangka

Dengan iming-iming magang di Jerman, para pelaku melakukan TPPO dengan menjebak dalam program Ferienjob

Baca Selengkapnya

TPPO Modus Ferienjob, Migrant CARE Ungkap Sindikat Pernah Sasar Siswa SMK

34 hari lalu

TPPO Modus Ferienjob, Migrant CARE Ungkap Sindikat Pernah Sasar Siswa SMK

Kasus TPPO menyasar dunia pendidikan. Selain Ferienjob, kasus perdagangan orang sempat masuk ke sekolah (SMK) menggunakan modus lain.

Baca Selengkapnya

Migrant Care: PPLN Kuala Lumpur Tak Paham Aturan Pemilu, Hak Politik Ratusan Pekerja Migran Terabaikan

37 hari lalu

Migrant Care: PPLN Kuala Lumpur Tak Paham Aturan Pemilu, Hak Politik Ratusan Pekerja Migran Terabaikan

Migrant Care menyatakan PPLN Kuala Lumpur menunjukkan bobroknya penyelenggara pemilu dan tunduk pada keinginan parpol.

Baca Selengkapnya

Banyak Data Tidak Sesuai, Migrant Care Minta KPU Buka DPT PSU di Kuala Lumpur

48 hari lalu

Banyak Data Tidak Sesuai, Migrant Care Minta KPU Buka DPT PSU di Kuala Lumpur

Migrant Care menemukan hanya segelintir pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) hadir saat pencoblosan ulang di Kuala Lumpur Malaysia

Baca Selengkapnya

PSU Kuala Lumpur Digelar Hari ini, Migrant Care Sebut Jumlah Pemilih Menciut

49 hari lalu

PSU Kuala Lumpur Digelar Hari ini, Migrant Care Sebut Jumlah Pemilih Menciut

Migrant Care menyoroti berkurangnya jumlah pemilih dalam pemungutan suara ulang yang akan digelar di Kuala Lumpur.

Baca Selengkapnya

Cerita Awal Mula Migrant Care Mencium Adanya Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia

58 hari lalu

Cerita Awal Mula Migrant Care Mencium Adanya Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia

Migrant Care, mengungkap dugaan praktik jual beli surat suara pemilu di Malaysia. Surat suara pemilu itu dijual dari harga 25-50 Ringgit Malaysia

Baca Selengkapnya

Terungkap Modus Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia, Ini Respons Bawaslu-KPU

27 Februari 2024

Terungkap Modus Dugaan Jual Beli Surat Suara di Malaysia, Ini Respons Bawaslu-KPU

Migrant Care mengungkap modus dugaan jual beli surat suara di Malaysia. Harga per satu surat suara dihargai sekitar Rp 90 ribu-120 ribu.

Baca Selengkapnya