Presiden Jokowi Belum Tanda Tangani UU MD3
Reporter
Ahmad Faiz Ibnu Sani
Editor
Ninis Chairunnisa
Selasa, 13 Maret 2018 14:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo hingga kini belum menandatangani revisi Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3. Sedangkan 14 Maret 2018 adalah batas akhir presiden untuk menandatangani UU tersebut.
"Sampai kemarin Senin, 12 Maret 2018, belum (ditandatangani)," kata Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo lewat pesan singkat pada Selasa, 13 Maret 2018.
Baca: PPP Tunggu Sikap Presiden Jokowi Soal UU MD3
Jokowi telah memanggil sejumlah ahli hukum seperti Mahfud MD ke Istana Negara untuk meminta pendapatnya soal UU MD3. Ia mengatakan masih pikir-pikir apakah bakal menandatanganinya atau tidak.
Jokowi mengatakan dia telah meminta agar UU MD3 ini dikaji. "Sampai saat ini saya belum mendapatkan (hasilnya) apakah tanda tangan atau tidak, ataukah dengan perpu. Sampai saat ini saya belum dapatkan," kata dia saat berkunjung ke Sentul, Bogor, Selasa pekan lalu.
Sementara itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menuturkan tunggu saja sampai esok hari untuk mengetahui apakah presiden bakal menandatanganinya atau tidak.
Baca: Uji Materi UU MD3, Hakim MK Minta Pemohon Tunggu Penomoran
Adapun Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly pernah mengatakan Presiden Jokowi kemungkinan tidak akan menandatangani UU MD3. Ia beralasan presiden menaruh perhatian pada sejumlah norma yang dianggap kontroversial seperti imunitas DPR dan pemanggilan paksa.
Salah satu pasal kontroversial di dalam UU MD3 adalah Pasal 122 huruf (k) yang berisi tambahan tugas kepada Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum terhadap perorangan, kelompok, atau badan hukum yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.
Selain itu, ada Pasal 73 yang tak hanya merinci tata cara permintaan DPR kepada polisi untuk memanggil paksa- bahkan dapat dengan penyanderaan- setiap orang yang menolak hadir memenuhi panggilan Dewan. Naskah terakhir pasal tersebut juga menyatakan Kepolisian RI wajib memenuhi permintaan DPR.