TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Persatuan Pembangunan atau PPP masih menunggu sikap Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3. Sikap Jokowi dinantikan menjelang 30 hari pascapengesahan UU MD3.
"PPP tahu presiden sidang menimbangkannya, kita tunggu saja," ujar Sekretaris Jenderal PPP Arsul Sani saat dihubungi Tempo pada Ahad, 11 Maret 2018.
PPP, kata Arsul, tidak mempermasalahkan apakah Presiden Jokowi akan mengesahkan UU MD3 atau mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu). Menurut dia, jika disahkan maka UU tersebut bisa langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan judicial review.
Baca: Polri Segera Selesaikan Kajian Hukum Soal UU MD3
Arsul meminta agar presiden mengeluarkan Perpu, khususnya pada pasal-pasal yang kontroversial, seperti pasal imunitas anggota DPR, pemanggilan paksa termasuk pasal penambahan kursi pimpinan MPR. "Kami minta agar pasal-pasal kontroversial ini direvisi," ujarnya.
PPP merupakan salah satu fraksi yang menolak pengesahan UU MD3 pada 12 Februari 2018, bersama dengan Partai Nasdem. Keduanya memutuskan untuk walk out dari sidang paripurna. UU MD3 akan sah dengan sendirinya setelah 30 hari pengesahannya, yaitu pada 14 Maret 2018.
Arsul Sani mengatakan PPP sudah menghadap Presiden Jokowi beberapa waktu lalu untuk menyampaikan pandangan serta memberikan opsi pertimbangan. "Salah satunya agar mengerluarkan Perpu," kata dia.
Baca: Uji Materi UU MD3, Hakim MK Minta Pemohon Tunggu Penomoran
Presiden Jokowi, beberapa waktu lalu mengatakan saat ini dia masih berpikir apakah akan menandatangani atau tidak revisi Undang-Undang tentang UU MD3. Ia telah meminta agar UU MD3 ini dikaji apakah perlu ditandatangani atau tidak.
"Sampai saat ini saya belum mendapatkan (hasilnya) apakah tanda tangan atau tidak, ataukah dengan perpu. Sampai saat ini saya belum dapatkan," kata Jokowi pada Selasa, 6 Maret 2018.
Presiden Jokowi juga memanggil sejumlah ahli hukum seperti Mahfud MD ke Istana Negara untuk meminta pendapatnya soal UU MD3 Ada tiga pasal yang disoroti, yaitu Pasal 73, 122, dan 245.
Dalam Pasal 122 huruf (k) berisi tambahan tugas kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil langkah hukum terhadap perorangan, kelompok, atau badan hukum yang dianggap merendahkan kehormatan DPR dan anggotanya.
Dalam Pasal 73 UU MD3, yang tak hanya merinci tata cara permintaan DPR kepada polisi untuk memanggil paksa—bahkan dapat dengan penyanderaan—setiap orang yang menolak hadir memenuhi panggilan Dewan. Naskah terakhir pasal tersebut juga menyatakan Kepolisian RI wajib memenuhi permintaan DPR. Dan dalam Pasal 245 menyebutkan pemeriksaan anggota DPR dalam tindak pidana harus mendapat persetujuan presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD. Pasal tersebut dinilai memperkuat imunitas anggota Dewan.