Suap Satelit Bakamla, Pengacara Tak Puas Tuntutan Nofel Hasan

Rabu, 21 Februari 2018 20:14 WIB

Novel Hasan usai diperiksa sebagai tersangka oleh KPK terkait proyek pengadaan satelit Bakamla. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara terdakwa kasus suap satelit Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan, Choirul Huda, menganggap tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) terlalu tinggi. Sebab, kata Choirul, kliennya tidak berperan aktif menerima Rp 1 miliar yang disebut-sebut sebagai uang suap di kasus suap satelit Bakamla itu.

"Pada saat menerima uang, itu adalah atas perintah dari Pak Eko (Eko Susilo Hadi) yang ditujukan pada Adami maupun Hardy (Hardy Stefanus). Jadi, Pak Nofel menerima uang itu bukan inisiatif Pak Nofel sendiri," kata Choirul di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Rabu, 21 Februari 2018.

Baca: Terdakwa Suap Bakamla Nofel Hasan Dituntut 5 Tahun Penjara

Jaksa menuntut Nofel dengan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Dalam tuntutan, Nofel diancam pidana Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut Choirul komunikasi antara Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla Eko Susilo Hadi dengan Muhammad Adami Okta selalu anak buah Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah tidak pernah disampaikan ke Nofel.

Namun, tiba-tiba dua anak buah Fahmi, Adami dan Hardy Stefanus, menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Nofel usai proses pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Artinya, kata Choirul, bukan Nofel yang meminta uang tersebut.

Simak: Terdakwa Sebut Nama TB Hasanuddin di Sidang Suap Bakamla

Nofel memang mengakui menerima uang sebesar Rp 1 miliar. Namun, Nofel tak mengetahui ada konspirasi mengenai pengadaan satelit monitoring di Bakamla dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Nofel juga tidak pernah berkomunikasi dengan Fahmi ataupun pemenang tender.

Karena itu Choirul menilai Nofel lebih tepat dituntut dengan pasal gratifikasi. "Apa yang dilakukan Pak Nofel memang salah, tapi melanggar pasal gratifikasi," ujar Choirul.

Nofel Hasan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengadaan proyek satelit monitoring di Bakamla senilai Rp 220 miliar pada Rabu, 12 April 2017. Dalam dakwaan Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima Sin$ 104.500 atau sekitar Rp 989,6 juta. Nofel diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kasus yang menjerat Nofel ini merupakan pengembangan kasus suap di Bakamla. Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla atau pejabat pembuat komitmen diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla APBN-P 2016. Pengadaan memakan anggaran hingga Rp 220 miliar.

Berita terkait

KPK Setor Rp126 Miliar ke Negara dari Uang Pengganti Kasus Korupsi di Bakamla

11 hari lalu

KPK Setor Rp126 Miliar ke Negara dari Uang Pengganti Kasus Korupsi di Bakamla

KPK menyetorkan uang pengganti kasus suap satelit Bakamla dengan terpidana korporasi PT Merial Esa.

Baca Selengkapnya

KPK Pikir-pikir Ajukan Banding Atas Vonis PT Merial Esa

20 April 2022

KPK Pikir-pikir Ajukan Banding Atas Vonis PT Merial Esa

KPK mengapresiasi putusan Majelis Hakim yang menyatakan PT Merial Esa bersalah melakukan tindak pidana suap di proyek Bakamla

Baca Selengkapnya

KPK Sita Rp 100 Miliar dari Kasus Bakamla

3 Januari 2022

KPK Sita Rp 100 Miliar dari Kasus Bakamla

Duit disita dari beberapa rekening bank yang diduga berhubungan dengan kasus Bakamla.

Baca Selengkapnya

KPK Rampungkan Berkas Tersangka Korporasi di Kasus Satelit Monitoring Bakamla

31 Desember 2021

KPK Rampungkan Berkas Tersangka Korporasi di Kasus Satelit Monitoring Bakamla

KPK menetapkan PT Merial Esa menjadi tersangka kasus suap proyek pengadaan satelit monitoring dan drone di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

Baca Selengkapnya

KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Korupsi Bakamla

11 Juni 2020

KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Korupsi Bakamla

KPK belum menahan Leni dan dan Juli, dua tersangka kasus korupsi yang juga pejabat internal Bakamla RI.

Baca Selengkapnya

Kasus Suap Satelit Bakamla, KPK Panggil Politikus NasDem

14 Februari 2020

Kasus Suap Satelit Bakamla, KPK Panggil Politikus NasDem

KPK menetapkan empat tersangka untuk kasus suap satelit Bakamla. Di antaranya adalah, eks Direktur Data dan Informasi Bakamla Bambang Udoyo.

Baca Selengkapnya

KPK Tetapkan Empat Tersangka Kasus Korupsi Proyek di Bakamla

31 Juli 2019

KPK Tetapkan Empat Tersangka Kasus Korupsi Proyek di Bakamla

Penetapan tersangka baru ini adalah merupakan pengembangan dari kasus pengadaan satelit monitoring dan drone di Bakamla pada 2016.

Baca Selengkapnya

KPK Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Suap Bakamla

27 Desember 2018

KPK Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Suap Bakamla

Dalam perkara suap Bakamla ini, KPK telah menetapkan enam tersangka lain dan telah divonis pengadilan.

Baca Selengkapnya

Majelis Hakim Tolak Status Justice Collaborator Fayakhun Andriadi

21 November 2018

Majelis Hakim Tolak Status Justice Collaborator Fayakhun Andriadi

Majelis hakim menolak justice collaborator karena Fayakhun Andriadi tidak dapat diklasifikasikan bukan pelaku dalam kasus suap Bakamla.

Baca Selengkapnya

Vonis Suap Bakamla, Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi

21 November 2018

Vonis Suap Bakamla, Hakim Cabut Hak Politik Fayakhun Andriadi

Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi mencabut hak politik Fayakhun Andriadi.

Baca Selengkapnya