Tahun 2017 adalah masa suram bagi politikus Golkar Setya Novanto. Ia lengser dari jabatan Ketum Golkar dan Ketua DPR setelah menjadi terdakwa kasus korupsi proyek e-KTP. Setya didakwa menerima suap Rp 99 miliar dan kini masih menjalani proses persidangan. ANTARA
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum terdakwa dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto, Maqdir Ismail, menyatakan kliennya siap mendengarkan keputusan hakim atas eksepsi atau keberatan Setya. Maqdir berujar, Setya bersedia mendengar keputusan hakim menerima atau menolak eksepsinya pada Kamis mendatang.
"Syukur kalau eksepsi diterima. Tapi harus siap dengan sidang pokok perkara kalau eksepsi ditolak," kata Maqdir saat dihubungi, Selasa, 2 Januari 2018.
Maqdir bersama pengacara Setya lainnya, Firman Wijaya, mengunjungi kliennya di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jalan Kuningan Persada Kaveling 4, Jakarta Selatan, Selasa ini.
Menurut Maqdir, kedatangannya itu untuk mendiskusikan persiapan sidang putusan sela yang dijadwalkan berlangsung pekan ini. Hasil diskusi ini menyatakan Setya legowo terhadap keputusan hakim. "Kita siap menerima apa pun putusan hakim," ujar Maqdir.
Setya menjalani sidang perdana kasus korupsi pengadaan e-KTP pada 13 Desember 2017. Agenda sidang pokok perkara adalah membacakan dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jaksa mendakwa Setya telah memperkaya diri dengan menerima aliran dana e-KTP sebesar US$ 7,3 juta.
Tak terima dakwaan jaksa, Setya mengajukan keberatan. Walhasil, sidang lanjutan adalah pembacaan eksepsi Setya pada 20 Desember 2017. Tim kuasa hukum Setya menilai dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap.
Sebab, dakwaan Setya berbeda dengan terdakwa e-KTP lainnya, yakni Irman dan Sugiharto. Kejanggalan lain adalah hilangnya sejumlah nama politikus di dalam dakwaan Setya. Selain itu, pihak Setya menduga jaksa keliru menghitung kerugian keuangan negara yang seharusnya bertambah lebih dari Rp 100 miliar bila Setya memang terbukti menerima US$ 7,3 juta.
Sidang berlanjut dengan mendengarkan tanggapan jaksa pada 28 Desember 2017. Setelahnya, hakim akan memutuskan apakah menerima atau menolak eksepsi Setya Novanto. Keputusan hakim dibacakan dalam sidang keputusan sela di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis, 4 Januari.