Studi LPEM UI Soal PP Gambut Dinilai Hanya Lihat Sisi Korporasi

Reporter

Tempo.co

Senin, 18 Desember 2017 18:44 WIB

Sebuah lahan yang baru terbakar sudah ditanami olah bibit pohon sawit yang sekarang sedang investigasi polisi di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 30 Oktober 2015. Kerbakaran selama berminggu-minggu di hutan dan lahan gambut yang kaya karbon dari pulau Sumatera dan Kalimantan. REUTERS/Darren Whiteside

TEMPO.CO, Jakarta - Hasil kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia atau UI mengenai dampak dari Peraturan Pemerintah tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut) dinilai hanya melihat dari satu sisi saja atau kerugian pihak korporasi.

“Harusnya melihat dari aspek menyeluruh dan jangka pendek serta jangka panjang,” kata Sonny Mumbunan, ekonom dari Pusat Riset Perubahan Iklim Universitas Indonesia kepada Tempo, pada Senin 18 Desember 2017.

Baca juga: Koalisi Lingkungan Persoalkan Pengelolaan Lahan Gambut RAPP

Menurut Sonny, studi LPEM UI itu tidak mempertimbangkan keseluruhan biaya yang timbul baik jangka pendek, seperti dampak kebakaran gambut, ataupun biaya jangka panjang, contohnya gangguan water system atau amblesan lahan jika PP Gambut tidak ada.

Pada 17 Desember 2017, LPEM UI menyebarkan keterangan tertulis kepada media. Lembaga ini memperkirakan, kerugian secara ekonomi setelah lima tahun berlakunya PP 71/2014 jo PP 53/2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (PP Gambut) mencapai 5,72 miliar dolar AS atau sekitar Rp 76,04 triliun.

Advertising
Advertising

Mereka menyebut kerugian itu berasal dari berkurangnya Produk Domestik Bruto (PDB) nasional, pendapatan masyarakat, dan berkurangnya tenaga kerja.

Peneliti Senior LPEM Universitas Indonesia Riyanto mengatakan, PP Gambut beserta peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan lainnya akan berdampak pada berkurangnya luas hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan terutama kelapa sawit di Indonesia.

Dampak berikutnya adalah berkurangnya bahan baku bagi industri pulp dan kertas serta industri pengolahan kelapa sawit, sehingga impor bahan baku tidak terhindarkan dan akhirnya berujung terhadap anjloknya daya saing industri.

"PP ini akan berdampak terhadap ekonomi secara makro, menurunkan rating investasi, dan memberikan dampak secara sosial, yaitu PHK yang akan meningkatkan pengangguran," kata Riyanto.

Berdasarkan kajian LPEM, kerugian akibat PP gambut selama lima tahun ke depan berasal dari penurunan produksi bahan baku sebesar 16,8 juta meter kubik akibat berkurangnya 58,5 persen areal HTI seluas 702,56 ribu hektar (ha) dengan nilai ekonomi Rp 48,5 triliun.

Sonny Mumbunan menyayangkan LPEM UI yang tidak membuat analisis apa dampak yang bakal terjadi jika pemerintah tidak mengeluarkan PP Gambut. Mulai dari kebakaran gambut (dampak janka pendek) sampai rusaknya sistem perairan dan amblesan lahan (dampak jangka panjang) dari salah urus pengelolaan HTI dan perkebunan kelapa sawit.

Bank Dunia membuat kajian dari kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap di Indonesia sepanjang Juni hingga Oktober 2015. Lembaga ini mencatat kerugiannya mencapai Rp 221 triliun, nilai ini setara dengan 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka kerugian dari kebakaran hutan dan lahan seluas 800.000 hektare di 8 provinsi itu adalah perkiraan terendah karena tidak termasuk eksternalitas negatif. Kedelapan provinsi yang diteliti Bank Dunia adalah Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua.

Dampak kerugian pada delapan provinsi tersebut mencakup 10 bidang. Mulai dari pertanian, lingkungan, kehutanan, manufaktur dan pertambangan, perdagangan, transportasi, pariwisata, kesehatan, pendidikan hingga alokasi dana untuk pemadaman kebakaran.

Sonny Mumbunan menjelaskan kajian LPEM UI hanya melihat dari kepentingan korporasi yang merasa dirugikan dengan adanya PP Gambut. “Argumentasinya selektif dan cenderung mendukung posisi perusahaan agar dapat tetap beroperasi di lahan gambut,” kata peraih doktor bidang ilmu ekonomi dari Universitaet Leipzig, Jerman dan anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI).

Simak juga: 9 Korporasi Tak Restorasi Lahan Gambut, KLHK: Siapkan Sanksi

Namun Sonny memuji kajian LPEM UI yang melihat sebuah dimensi penting tentang response measures yaitu dampak yang mungkin terjadi terkait produksi ekonomi atau potensi kehilangan lapangan pekerjaan akibat intervensi kebijakan tertentu seperti penerapan PP Gambut.

“Perumus dan pengambil kebijakan kerap kali tidak memperhatikan hal ini secara memadai dan serius, terutama pada masa transisi paska intervensi kebijakan berlaku,” ujarnya.

Selain itu juga rekomendasi LPEM UI agar tidak terjadi lagi kebakaran di lahan gambut oleh perusahaan dan mengusulkan land swap. Untuk ke depan, ujar Sonny, kita perlu melakukan assessment atas kemungkinan sekaligus keterbatasan land swap secara sosial, ekonomi, dan biofisik.

Berita terkait

UKT Naik, Ini Biaya Kuliah UI 2024/2025 Jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri

13 jam lalu

UKT Naik, Ini Biaya Kuliah UI 2024/2025 Jalur SNBP, SNBT, dan Seleksi Mandiri

Rincian biaya UKT jalur SNBP, SNBT, PPKB, SJP, dan SIMAK UI tahun akademik 2024.

Baca Selengkapnya

Skema Pemeringkatan Universitas Versi Times Diubah, UI Masih Bisa Naikkan Peringkat

20 jam lalu

Skema Pemeringkatan Universitas Versi Times Diubah, UI Masih Bisa Naikkan Peringkat

Universitas Indonesia atau UI masih menjaga posisi bergengsi dalam pemeringkatan kampus versi Times Higher Education. Berikut hasilnya pada 2024.

Baca Selengkapnya

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

22 jam lalu

5 Kampus Negeri yang Mengalami Kenaikan Biaya Kuliah di 2024

Kenaikan biaya kuliah itu menuai protes dari kalangan mahasiswa, seperti UGM, Unsoed, dan ITB.

Baca Selengkapnya

Cerita Peserta Disabilitas Ikut UTBK 2024 di UI

4 hari lalu

Cerita Peserta Disabilitas Ikut UTBK 2024 di UI

Begini cerita Makhsun Intikhon, penyandang disabilitas netra yang mengikuti UTBK untuk kedua kalinya di UI.

Baca Selengkapnya

Siapa Sosok David Tobing yang Gugat Rocky Gerung?

6 hari lalu

Siapa Sosok David Tobing yang Gugat Rocky Gerung?

Rocky Gerung dinyatakan tidak bersalah dalam gugatan penghinaan presiden yang diajukan David Tobing. Bagaimana kilas baliknya?

Baca Selengkapnya

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

6 hari lalu

Gagas Pengungsian Ramah Lingkungan, Mahasiswa UI Pertahankan Juara CIOB

Mahasiswa FTUI kembali memenangkan kompetisi proyek konstruksi inovatif yang diadakan CIOB. Tim UI mencetuskan shelter ramah lingkungan.

Baca Selengkapnya

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

7 hari lalu

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

22 ribu hektare perkebunan sawit PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) masuk kawasan hutan hidrologis gambut di Kalimantan Tengah.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

7 hari lalu

Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

BRIN sampaikan bisa saja padi hibrida dari Cina itu dicoba ditanam. Apa lagi, sudah ada beberapa varietas hibrida di Kalimantan. Tapi ...

Baca Selengkapnya

Pusat UTBK UI Siapkan 57 Ruang dan 2.111 Komputer untuk 52.148 Peserta Ujian

8 hari lalu

Pusat UTBK UI Siapkan 57 Ruang dan 2.111 Komputer untuk 52.148 Peserta Ujian

Terdapat 52.148 peserta UTBK 2024 yang akan melaksanakan ujian di Pusat UTBK UI.

Baca Selengkapnya

UI Cetak Sejarah dalam Kompetisi Pemrograman ICPC 2023, Peringkat Setara Stanford dan KAIST

8 hari lalu

UI Cetak Sejarah dalam Kompetisi Pemrograman ICPC 2023, Peringkat Setara Stanford dan KAIST

Peringkat UI menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara bersama Nanyang Technological University (NTU).

Baca Selengkapnya