TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyediakan pengajuan tanah pengganti atau land swap pemegang izin usaha kehutanan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Prof Dr San Afri Awang menjelaskan, area kubah gambut yang selama ini dibudidayakan pengusaha hutan harus diubah menjadi kawasan fungsi lindung. “Kubah gambut yang berada dalam area usaha yang telah dibudidayakan dilarang ditanami kembali setelah pemanenan dan wajib dilakukan pemulihan,” kata San Afri.
Baca: Soal Revisi PP Lahan Gambut, Ini Pasal-pasal Kontroversial
San Afri mengungkapkan, dari 4 juta hektare lebih kubah gambut di Pulau Sumatera, 90 persennya dijadikan kawasan budi daya. Sementara di Sumatera, 60 persen dari hampir 3 juta hektare kubah gambut dijadikan kawasan budi daya. “Ketika kebakaran hutan dan lahan pada 2015, areal gambut terbakar yang sulit dipadamkan adalah kubah gambut. Dengan fakta bahwa komposisi mayoritas kubah gambut berada di kawasan budi daya,” ujar San Afri.
Ia juga mengatakan peraturan mengenai konservasi kubah gambut ini merupakan amanat Presiden Jokowi. “Karena itu, sangat wajar arahan Bapak Presiden untuk perlindungan kubah gambut di kawasan budi daya menjadi fungsi lindung,” ucapnya.
Masalah sanksi, San Afri menjelaskan, pemegang izin usaha yang tidak melakukan pemulihan akan dikenai sanksi. “Apabila penanggung jawab usaha tidak segera melakukan pemulihan fungsi ekosistem gambut, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32, sanksinya tidak lagi tertulis, tapi langsung pembekuan izin paksa, pencabutan izin, dan selanjutnya tindak pidana,” tuturnya.
Pemegang izin hutan tanah industri (HTI) yang areal kerjanya di atas atau sama dengan 40 persen ditetapkan menjadi ekosistem gambut dengan fungsi lindung dapat mengajukan areal lahan usaha pengganti (land swap),” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dr Putera Parthama. “Nanti akan diatur dengan Peraturan Menteri LHK tersendiri tentang land swap ini.”
Sekretaris Jenderal KLHK Dr Bambang Hendroyono menjelaskan, pengajuan land swap ini harus disertai kajian mengenai konsekuensi yang akan diderita perusahaan terkait. “Untuk mengajukan land swap harus ada kajian scientific dari perusahaan-perusahaan yang terkena imbas perlindungan kubah gambut ini. Nanti, kajian tersebut diberikan untuk di-review tim kami,” jelas Bambang.
ZARA AMELIA | DA
Infografis Terkait: 2 Tahun Setelah Amuk Lahan Gambut