TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mendesak para pemimpin Association of Southeast Asian Nations(ASEAN) untuk mengakui kontribusi buruh migran dengan mendorong lahirnya instrumen perlindungan buruh migran dalam bentuk Konvensi ASEAN.
Selain itu, menurut Wahyu, perlu didorong adanya Komisi ASEAN untuk Perlindungan Buruh Migran. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan terselenggaranya akses keadilan dan perlindungan HAM buruh migran di kawasan ASEAN.
Permintaan itu, kata Wahyu, merespon para pemimpin ASEAN yang hari ini menandatangani “Asean Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers”.
Menurut Wahyu dibanding pilar-pilar lain yang menghasilkan sejumlah keputusan-keputusan mengikat dan melahirkan kelembagaan baru seperti AICHR dan ACWC. "Tak ada hasil yang signfikan dari proses pembahasan instrumen dan mekanisme perlindungan buruh migran di ASEAN," ujar Wahyu.
Simak:
Percaloan Buruh Migran Indonesia Marak di DesaPadahal, Wahyu melihat secara ekonomi buruh migran di kawasan ASEAN adalah penggerak utama ekonomi. Dari sepuluh besar penerima remitansi terbesar di dunia, tiga diantaranya dari negara-negara ASEAN, yaitu Filipina, Vietnam dan Indonesia.
Wahyu menilai terjadinya kerentanan-kerentanan yang dihadapi buruh migran di kawasan ASEAN juga membutuhkan kehadiran dan perlindungan negara. "Namun hingga saat ini kehadiran dan perlindungan negara masih sangat terbatas," kata Wahyu.
Lihat:
Kisah Sukses Mantan Buruh Migran Jadi PengusahaMenurut Wahyu kehadiran “Asean Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers,” patut diapresiasi. "Namun konsensus ini tidak cukup memadai dan tidak signifikan menjadi instrumen perlindungan buruh migran ASEAN," ujar Wahyu.