Jaksa KPK Buka Rekaman Sugiharto-Johannes Marliem di Sidang E-KTP

Senin, 13 November 2017 17:12 WIB

Terdakwa kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP) Andi Agustinus alias Andi Narogong mendengarkan pembacaan dakwaan atas dirinya di pengadilan Tipikor, Jakarta, 14 Agustus 2017. Dalam surat dakwaan setebal 5000 halaman, Jaksa Penuntut Umum KPK menyebut Andi Narogong bersama dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto mengatur pemenangan tender proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut. TEMPO/Eko Siswono Toyudho

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka rekaman percakapan mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Sugiharto dan Direktur PT. Biomorf Johannes Marliem dalam sidang lanjutan perkara korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Jaksa KPK Wawan Yunarwanto sekaligus mencecar isi percakapan tersebut kepada Sugiharto.

Sugiharto menjelaskan percakapan tersebut terjadi di kantornya. "Percakapan itu di ruangan saya," kata Sugiharto saat menjadi saksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin 13 November 2017.

Baca juga: Percakapan Marliem dan Anang, Ada Pembagian untuk Setya Novanto

Sugiharto mengatakan pertemuan tersebut untuk membahas konflik yang terjadi antara Direktur PT. Quadras Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan Marliem. "Setiap Johannes ketemu saya, saya diminta tagihkan utangnya ke Anang. Tapi kalau ketemu bertiga, diam saja, enggak ada ngomong masalah utang," ujar dia.

Dalam percakapan tersebut, jaksa mendalami keterangan soal hitung-hitungan jatah proyek e-KTP untuk pengusaha Andi Narogong dan Anang Sugiana. Wawan menanyakan jatah yang dimaksud. Sugiharto mengatakan, "Terkait jatah Anang dan Andi."

Sugiharto pun mengatakan adanya pembahasan jatah duit untuk bos Andi Narogong. "Bosnya Andi itu ya, SN," ujarnya. "SN itu Setya Novanto."

Simak pula: Ini Isi Percakapan Johannes Marliem dan Anang Sugiana Soal E-KTP

Advertising
Advertising

Rekaman tersebut mengungkapkan bahwa Setya Novanto mendapatkan jatah Rp 60 miliar dalam proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Awalnya, Sugiharto mengatakan agar jatah untuk Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar diberikan sebesar Rp 100 miliar. Namun, yang tersedia baru Rp 60 miliar.

Sugiharto menambahkan saat itu ada perhitungan yang belum mencapai titik temu antara Anang Sugiana, Andi Narogong, dan Johannes Marliem. "Ada hitungan di lapangan yang sampai saat ini belum dihitung. Kami melakukan perhitungannya," kata Sugiharto.

Ketika jaksa menanyakan jatah Rp 60 miliar tersebut untuk siapa, Sugiharto mengatakan, "Untuk Andi. Andi untuk bosnya," katanya.

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

1 hari lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

2 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

2 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

2 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

2 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

3 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

3 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

3 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya